Dunia boleh modern, teknologi semakin canggih, dan pergaulan makin meng-global, tapi ternyata tetap saja masih ada yang menggunakan pikiran dan cara primitif untuk mengatasi satu keadaan di masa ini.

Sekitar Juli tahun 2006 lalu. Kami mengadakan dialog inter-regional dalam upaya mencari terobosan penyelesaian masalah kekerasan yang dialami pekerja migran (TKI) di Timur Tengah. Kegiatan kami lakukan selama sepekan, mengundang aktifis HAM dan ilmuan dari Timur Tengah yang memiliki perhatian pada issue ini ke Indonesia. Selain dialog di Jakarta, mereka diajak mengunjungi daerah-daerah (asal) yang menjadi kantong pekerja migran yang mengadu nasib di Timur Tengah dan berdialog dengan aktifis pemerhati dan juga keluarga pekerja migran, tokoh adat dan tokoh agama, serta pemerintah daerah setempat. Dengan demikian, mereka yang dari Timur Tengah ini dapat melihat secara langsung, tak hanya dari laporan aktifis HAM di Indonesia, kondisi yang dihadapi oleh pekerja migran dan keluarganya.

Timur Tengah adalah tujuan yang cukup mengundang ketertarikan calon TKI. Selain harapan bekerja sekaligus dapat menunaikan ibadah haji, calon-calon TKI di daerah yang mayoritas muslim menilai bahwa orang-orang di sana yang menjadi majikan berperilaku baik karena seiman dengan mereka. Kenyataannya seringkali bertolak belakang. Mereka yang bekerja kebanyakan sebagai PRT justru mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi: gaji tak dibayarkan, mendapat kekerasan baik fisik maupun mental, bahkan perkosaan oleh majikan maupun anggota keluarganya. Kondisi rumah tangga yang tertutup juga mempengaruhi keselamatan mereka yang sulit untuk mendapatkan perlindungan dari luar rumah majikan. Cerita-cerita mengenai hal ini dapat diperoleh dari catatan laporan penelitian yang dilakukan Human Rights Watch, yang dapat Anda baca di sini.

Sebagai peneyelenggara, kami berharap dapat membangun jaringan dengan para aktifis dari Timur Tengah yang menjadi peserta dialog inter-regional dalam mengupayakan perlindungan TKI di sana. Ilmuan di sana dapat melakukan penelitian mengenai TKI dan membuat rekomendasi kepada pemerintahnya atau mempublikasi tulisan sehingga didengar oleh pihak berwenang di sana. Aktifis HAM dapat melakukan advokasi secara serius untuk TKI, melakuan kampanye bersama, dan bentuk-bentuk kerjasama lainnya.

Apa yang hendak saya sampaikan berkaitan dengan kalimat pertama tulisan ini adalah, cerita lain dari proses kegiatan kami itu. Kegiatannya diawali dengan malam ramah tamah serta pementasan seni yang menunjukkan sejarah hubungan masyarakat Indonesia dengan masyarakat di Timur Tengah. Kesenian saat itu antara lain berupa Marawis dari Betawi serta tari Saman dari Aceh yang semuanya mengandung nilai-nilai atau simbol Islam. Bahkan nuansa Timur Tengah lebih kental pada Marawis.

Acara dilangsungkan di kediaman Ibu Kamala Chandrakirana atau rumah almarhum Soedjamoko di Menteng. Persisnya acara berupa penyambutan sekaligus ramah tamah dengan juga mengundang anggota DPR, Pejabat Deplu, Kedubes negara-negara Timur Tengah, beberapa lembaga donor dan mitra-mitra kerja, dilangsungkan di halaman rumah supaya terkesan santai. Untuk mengantisipasi kemungkinan turunnya hujan pada saat acara, ternyata teman saya yang merupakan aktifis feminis senior di tanah air menggunakan jasa pawang hujan. Ini supaya acara malam itu dapat berjalan dengan lancar.

Saya mengetahui langkah yang diambil teman saya ini ketika tiba di kantor pada pagi hari. Kami sibuk mempersiapkan segala kebutuhan untuk kegiatan malamnya. Saya terkejut ketika melihat sebuah celana dalam bekas yang masih basah terhampar di atas salah satu kursi kerja. Celana dalam itu benar-benar bekas yang sudah buruk rupa serta bolong-bolong pula. Seorang teman kemudian menjelaskan kalau itu adalah cara yang diminta pawang hujan untuk mencegah hujan turun di malam itu. Sejak itu, saya tahu kalau pawang hujan mencegah datangnya hujan dengan menjadikan celana dalam bekas sebagai salah satu alatnya. Entah apa maknanya, tetapi bagi saya ini sungguh mengejutkan. Pertama, karena teman saya yang menggunakan jasa pawang itu adalah orang yang sudah berkeliling dunia, mengenal banyak peradaban, serta berinteraksi dengan beraneka ragam orang "modern", serta semua hal yang semuanya dijelaskan dengan rasionalitas. Dan, celana dalam itu betul-betul di luar nalar, jauh dari rasionalitas yang dapat saya terima.

Ketika SBY baru menjabat Pesinden Presiden pada akhir 2004 lalu, terjadi musibah tsunami di Aceh, kecelakaan di jalan tol Jagorawi yang menewaskan satu bis kota, serta beberapa bencana lainnya. Saat itu terdengar kabar sampai ke telinga saya bahwa Presiden kita ini akan memotong 1.000 ekor kambing untuk prosesi selamatan supaya segala bencana di negeri ini berhenti terjadi. Rencana ini urung terlaksana, konon, karena teguran dari pihak Muhammadiyah dan salah satu partai pendukungnya (PKS). Untuk orang yang mencoba menggali penjelasan melalui ilmu pengetahuan, sungguh tindakan semacam itu termasuk dalam kategori "primitif". Bahkan keberadaan paranormal yang begitu banyak di Nusantara tidak mampu mempersingkat kurun waktu penjajahan bangsa Eropa selama 350 tahun.

Pada 12 Oktober nanti, kami bersama teater Garasi akan menyelenggarakan pentas teater, masih dalam upaya kampanye perlindungan pekerja migran (TKI) di luar negeri. Segala persiapan sudah mulai kami lakukan. Kemarin, kami melakukan rapat serta melihat area pelataran Komnas HAM yang akan menjadi tempat pementasan. Ada rencana untuk menyewa tenda untuk mengantisipasi turunnya hujan ketika pementasan berlangsung. Salah seorang teman yang ikut rapat mengusulkan untuk menggunakan jasa pawang hujan. Kembali celana dalam disebut-sebut.

Orang boleh pergi ke luar angkasa, nuklir dikembangkan sebagai sumber energi, teknologi kloning diperdebatkan, tetapi di sini, meski orang berpendidikan tinggi, masih tetap saja mangandalkan jasa paranormal. Apakah kemiskinan, kekayaan alam dan Pemerintah dikendalikan oleh asing, serta mental korup akan segera hilang dari daftar penyakit yang diderita bangsa ini karena kehadiran paranormal?


Catatan:
tulisan yang sama dimuat di Politikana.com

0 comments

Post a Comment