Oleh: Saherman


Di tahun 1975, Barbara Wertheimer dan Anne Nelson melahirkan sebuah buku berjudul Union Women: A Study of Their Participation in New York City Locals, sebuah buku yang merangkum hasil survey terhadap 108 warga New York, Amerika Serikat, yang tercatat sebagai anggota tujuh serikat buruh pada perusahaan swasta dan lembaga pemerintah. Temuannya adalah hambatan-hambatan yang menyebabkan perempuan sulit untuk aktif terlibat dan menempati posisi pemimpin di organisasi-organisasi buruh ini. 

Kenyataan bahwa satu perempat anggota serikat adalah perempuan tak menyebabkan perempuan berkesempatan untuk memimpin. Peran ganda perempuan di tempat kerja sekaligus di rumah tangganya adalah kendala utama. Mereka kesulitan untuk membayangkan diri mereka sendiri sebagai pemimpin, kurang percaya diri yang terinternalisasi, serta ketiadaan role models di dalam serikat itu sendiri. Dari segi proporsi, lebih banyak perempuan daripada lelaki yang terlibat di kegiatan-kegiatan serikat, pemilik suara yang lebih banyak, menghadiri pertemuan-pertemuan serta kegiatan sosial dan pendidikan, dan mereka pula yang banyak mengajukan keluhan. Kunci utama untuk meningkatkan keterlibatan perempuan di posisi pemimpin menurut kaum perempuan buruh ini sendiri adalah pendidikan, khususnya program-program yang mendorong serta pelatihan untuk pertanggungjawaban serikat buruh. Artinya, kesempatan lebih besar perempuan untuk menjadi pemimpin serikat adalah dengan mendorong dan memberikan pendidikan (atau pelatihan) yang lebih banyak bagi mereka yang berpotensi menjadi pemimpin. 


Menjadi catatan juga adalah, etnisitas dan nilai-nilai budaya turut mempengaruhi sangat sedikitnya perempuan menjadi pemimpin di organisasi serikat buruh. Tidak heran, bahkan di rumah dan komunitasnya sendiri mereka tak memiliki kesempatan untuk berada di depan. Nilai tradisi, budaya, agama, atau semacamnya telah menghalangi mereka untuk menduduki posisi pemimpin, sebuah keumuman secara global (dimana saja, kapan saja, hingga saat ini!).

Sejak semester kedua tahun 2018 lalu saya terlibat dalam proyek Bersama Menuju Keadilan (BUKA) atau Towards Fairness Together yang dijalankan oleh Care International Indonesia (CII) dan Trade Union Right Center (TURC). Proyek ini dimulai di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dimana banyak terdapat pabrik-pabrik garmen yang merupakan penanaman modal asing  untuk menghasilkan produk pakaian merek-merek terkenal di negara maju. Proyek BUKA betujuan mendorong dan meningkatkan kemampuan serikat buruh bernegosiasi dengan pihak perusahaan untuk memperbaiki kondisi kerja di pabrik-pabrik melalui perundingan yang disebut Perjanjian Kerja Bersama (PKB). 

Meski diatur secara tegas pada Undang-Undang No.21 tahun 2000 tentang Serikat Buruh serta Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, memiliki PKB tidaklah semudah yang dibayangkan. Untuk menuju perundingan, sebuah serikat buruh di sebuah perusahaan haruslah memiliki anggota separuh lebih satu dari total mereka yang bekerja disana. Sementara, lebih banyak serikat dengan jumlah anggota kurang dari persyaratan tersebut. Setiap buruh yang masuk diterima bekerja, sedari awal sudah mendapatkan "ancaman" untuk tidak aktif dalam kegiatan dan/atau menjadi anggota serikat jika ingin bekerja lebih lama disana. Sementara, untuk memenuhi standar kelayakan perusahaan ketika menghadapi audit dari pemilik merek dagang yang diproduksi atau lembaga auditor dari luar perusahaan, keberadaan serikat buruh ini dipenuhi perusahaan dengan cara membentuk serikat buruh internal dan tidak independen dari perusahaan itu sendiri. Secara otomatis perusahaan memiliki kendali penuh atas serikat yang terakhir ini.


Perempuan yang bekerja di pabrik-pabrik garmen ini mencapai proporsi lebih dari 80 persen dari total pekerja yang ada. Masalah-masalah khas perempuan pun banyak yang tak terselesaikan meski itu merupakan hak-hak dasar pekerja yang diatur dalam undang-undang dan regulasi ketenagakerjaan lainnya. Sebut contoh misalnya cuti haid, cuti melahirkan yang cukup, ruang laktasi, bebas dari pelecehan seksual, berhak untuk hamil, atau status sebagai pekerja tetap untuk posisi pekerjaan dengan fungsi utama di dalam aktivitas pabrik. Semua itu adalah masalah yang dihadapi tenaga kerja perempuan yang tak kalah penting diperjuangkan selain upah minimum. Care Internasional menyebut bekerja di pabrik ini sebagai Dignified Work atau pekerjaan yang bermartabat, sehingga kondisi kerja pun harus menjunjung tinggi martabat pekerjanya sebagai manusia. Sementara, TURC menamainya sebagai Kerja Layak.


Tujuan proyek BUKA adalah mendorong serikat buruh memiliki posisi tawar yang kuat ketika melakukan perundingan dengan perusahaan. Caranya adalah dengan memanfaatkan data sebagai landasan fakta dalam perundingan. Data yang bersifat umum, diketahui dan dapat diakses oleh khalayak banyak, dapat dipertanggungjawabkan karena dihimpun dan diolah dengan metode yang tepat, adalah data yang memiliki kekuatan yang lebih sabagai modal bernegosiasi. 

Mengingat industri sektor pakaian (apparel industry) mempekerjakan perempuan lebih dari tiga perempat total pekerja yang ada, maka masalah-masalah di pabrik yang spesifik perempuan harus diperjuangkan penyelesaiannya. Data tentang itu pun tentu harus menjadi bagian penting untuk dibawa ke meja perundingan, termasuk dalam pasal-pasal pengaturannya di PKB. 

Minimnya perempuan menempati posisi kepemimpinan di New York pertengahan tahun 1970-an itu pun sama berlaku di sini, saat ini, di Sukabumi. Karena itu pula proyek BUKA juga mendorong perempuan untuk aktif menjadi pengurus serikat, memiliki posisi pemimpin di dalamnya, bahkan terlibat di dalam proses perundingan antara serikat dan manajemen perusahaan. BUKA diimplementasikan dalam bentuk Sekolah Buruh Perempuan Sukabumi, sebuah pendidikan alternatif untuk meningkatkan kemampuan aktivis buruh perempuan untuk siap menjadi pemimpin di organisasinya, serta memiliki kemampuan untuk memperjuangkan pemenuhan hak-hak perempuan di tempat kerja dengan, bahkan, ikut serta dalam tim serikatnya ketika berunding dengan perusahaan.

Sukabumi, 01 Agustus 2019

Saherman
Field Coordinator of BUKA Project, Care International Indonesia

Read More......