Matinya Seorang Tukang Ojek


Sore ini, Syahrul "Gondrong" kembali mengantarkan saya ke kantor. Saya hendak mengambil laptop dan beberapa peralatan untuk dibawa ke lokasi lokakarya yang kantor saya adakan seharian esok hari. Dalam perjalanan dari Cawang Uki, ia bercerita temannya mati (baca: meninggal) kemarin pagi.

Namanya Sugeng. Ia salah seorang tukang ojek yang biasa mangkal di depan UKI-Cawang. Bersama-sama teman-temannya di sana, ia merupakan anggota perkumpulan tukang ojek Cawang. Sama seperti halnya gondrong, ia lahir pada tahun 1973. Usia yang masih termasuk muda, ia harus pergi ke alam barzah. Siapapun di dunia ini tidak pernah tahu pada usia berapa jatah hidup di dunia akan berakhir. Sugeng pun demikian.

Hari Sabtu, kemarin pagi, sekitar pukul 10.30 WIB jenazahnya ditemukan petugas keamanan di stasiun Jatinegara Jakarta. Tidak satupun orang di dalam stasiun itu mengaku mengetahui peristiwa apa yang menimpa Sugeng. Tubuhnya remuk semua. Kepalanya pecah. Entah jatuh dari kereta, tertabrak kereta dan mental di pinggiran rel di dalam stasiun, atau ada peristiwa lain, tak ada yang tahu. Petugas keamanan dan pegawai stasiun menemukan tubuh kaku itu. Dari alamat yang tertera pada KTP, petugas itu lalu mengetahui Sugeng tinggal di daerah belakang Kodam Jaya Cawang. Lalu membawa jenazah Sugeng ke Rumah Sakit UKi, sebab rumah sakit tidak seberapa jauh dari rumah tinggalnya.

Keluarga Sugeng baru mengetahui kematiannya pada Maghrib Sabtu itu. Petugas rumah sakit dan dari stasiun mengabari keluarga Sugeng. Pada pemeriksaan polisi. Sampai hari minggu sore ini belum diketahui apa penyebab kematian Sugeng.

Sepeda motor Sugeng terparkir di luar stasiun. Mungkin ia sedang mengantar pelanggan, atau memiliki satu keperluan sehingga ia harus ke stasiun itu. Sepeda motornya ditemukan oleh teman-temannya di sana.

Sugeng meninggalkan dua orang anak dan satu istri. Semuanya ada di Wonogiri, Jawa Tengah. Anak pertama duduk di bangku SD kelas dua. Anak terakhirnya masih berusia tiga tahun. Orang tua dan kerabat Sugeng lebih banyak tinggal di Jakarta. Keluarga istrinya ada di Wonogiri. Selain karena persoalan ekonomi, anak pertamanya yang perempuan mengalami pelecehan seksual sekitar 2 tahun lalu, menjadi penyebab anak-anak dan istrinya dipindahkan ke kampung halamann di Wonogiri. Sugeng meninggal jauh dari anak dan istrinya.

Rasa solidaritas sesama tukang ojek membuat Gondrong dan teman-temannya juga mencari tahu penyebab kematian Sugeng. Mereka pun ikut mengantarkan jenazah ke liang lahat pada pagi ini sekitar pukul 09.30 WIB. Semua mereka faham, hidup di Jakarta keras. Secara ekonomi, tukang ojek-tukang ojek ini hidupnya pas-pasan. Solidaritas sesama telah menguatkan semangat mereka untuk hidup "menantang" Jakarta. Selamat jalan Sugeng, semoga damai di alam sana.

Read More......

Filosofi Hidup Orang Bengkulu

Orang Bengkulu asli, terutama di kota Bengkulu, memiliki filosopi hidup yang unik. Sederhana tapi juga menarik, serta mengandung pandangan hidup yang dalam. Beginilah bunyinya:

Ikan sejerek
Bere secupak
Rokok Gudang Garam sebatang

Madar...

Ikan sejerekmaksudnya adalah ikan hasil tangkapan (biasanya memancing di sungai, rawa, atau di laut), diikat dengan tali wi (rotan) yang masih kecil (seukuran lidi kelapa). Ikan pertama diikat dengan salah satu ujung wi dari lubang insang dan keluar dari mulutnya. Ikan-ikan lainnya disusun dengan cara memasukkan ujung wi satu lagi dari lubang insang menembus ke mulutnya. Lalu sejerek ikan itu terlihat susunan ikan yang dibawa dengan seutas tali wi. Jerek ini sebenarnya tidak hanya menggunakan wi, namun bisa juga dengan sebuah lidinau (aren), dahan kecil semak-semak yang ditemui atau lainnya yang bisa menjerek ikan.


Bere adalah beras. Huruf epertama diucapkan seperti melafazkan kata "belajar" atau "senjata". Huruf ekedua berbunyi seperti kita mengucapkan kata "ekologi" atau "pepes".

Cupak adalah ukuran yang setara dengan satu setengah liter. Secupak berarti satu setengah liter.

Dahulu, Gudang Garam merupakan salah satu merek dagang rokok yang diakrabi oleh kelompok masyarakat yang perokok. Untuk itulah ia menjadi salah satu merek yang diinginkan untuk dinikmati oleh kelompok masyarakat itu.

Madarberarti istirahat. Dalam bahasa Kaur atau Bintuhan berarti tulik. Atau tidur. Tapi madarini memiliki makna beristirahat, melepas lelah, namun betul-betul melepaskan beban hidup setelah seharian menjalani dan menikmati.

Bagi saya, filosopi hidup ini menggambarkan kesederhanaan orang Bengkulu dalam menjalani hidup. Hidup selalu mengambil segala sesuatu dari alam secukupnya, tidak melebihi dari ukuran yang menjadi kebutuhan. Ikan sejerek menggambarkan orang mengambil kekayaan alam berupa ikan hanya sekedar untuk makan sekeluarga. Sejerek ikan jamak hanya sekitar lima sampai belasan ikan ukuran sedang (tak lebih besar dari telapak tangan orang dewasa).

Untuk ukuran keluarga batih, bere secupak cukup untuk makan dua tiga hari. Maka bere sebanyak itu cukuplah untuk menjalani hidup.

Bagi perokok, makna sebatang rokok bisa merupakan ungkapan bahwa dengan hanya merokok sebatang dalam sehari sudah terasa cukup. Tidak perlu menjadi perokok berat yang menghabiskan tidak kurang dari satu bungkus setiap harinya.

Setelah mendapatkan ikan sejerek, bere secupak, dan sebatang rokok, rasanya sudah cukup pencarian rezeki hari ini. Sehingga, selanjutnya adalah madar, beristirahat, atau memanfaatkan waktu untuk bercengkrama dengan orang di sekelilingnya.

Betapa sederhananya hidup. Tidak perlu ngotot bekerja membanting tulang mati-matian serta mengeksploitasi kekayaan alam tanpa henti dan tanpa hati nurani, namun demikian hidup ini bisa begitu indah dijalani. Apa yang diperoleh segera dinikmati. Jika memang ada lebihnya, maka itu bisa disimpan untuk beberapa hari kedepan. Dengan demikian pengelolaan penghasilan juga ada, memisahkan yang untuk dinikmati hari ini serta ada pula yang perlu disimpan (saving ). Tidak ada perilaku eksploitatif di dalamnya. Tidak pula ada keserakahan. Sangat sederhana bukan?

Mungkin sebagian besar orang akan menilai orang Bengkulu yang masih memegang filosofi hidup di atas adalah manusia-manusia primitif. Bertentangan dengan kehidupan orang moderen yang serba akumulatif dalam pencapaian (terutama dalam materi), selalu memacu percepatan, serta habiskan yang ada kalau perlu sampai tandas. Persaingan adalah satu sumber energi yang luar biasa dalam upaya memperoleh sebanyak-banyaknya. Tidak peduli kanan kiri, yang ada hanya memikirkan diri sendiri. Tak ada waktu untuk membangun relasi secara lebih intim, yang ada adalah relasi kepentingan dimana orang selalu politis dalam mengembangkan pergaulan terutama untuk kepentingan ekonomi.

Wajar saja ketika angka tekanan hidup (stres) masyarakat yang disebut moderen jauh lebih tinggi daripada mereka yang dinilai berada pada arah pendulum mendekati primitif. Masyarakat moderen terasosiasikan pada kota dan masyarakat primitif terasosiasikan pada masyarakat desa. Sayangnya,keserakahan orang kota dan moderen itu telah menimbulkan dampak buruk pula pada masyarakat primitif dan desa. Pembangunan vila-vila di pegunungan telah menyebabkan banjir dan longsor, kebijakan menekan harga beras di pasaran untuk orang kota telah menyebabkan petani tak mampu memetik keuntungan bertani karena harga produksi lebih tinggi daripada harga jual, ataupun gaya hidup orang kota yang dipaksa ditiru oleh orang-orang desa lewat tayangan-tayangan televisi yang menyerbu dari ruang-ruang keluarga.

Ah... filosofi hidup itu, masih adakah yang kukuh teguh menjalankannya?


Keterangan:
Orang Bengkulu kota, terutama di pesisir pantai, mengucapkan hurup r dengan sumber suara dari pangkal tenggorokan. Orang-orang di sini menyebutnya r berkarat. Untuk lebih jelasnya, silahkan unduh (download) file contoh lafalnya disini.

Read More......

Satuan Ukur Orang Bengkulu

Saat ini, di Aya' Langkap, Kabupaten Kaur, masyarakat sedang memanen padi. Saya teringat orang Bengkulu memiliki satuan tersendiri dalam mengukur jumlah padi/gabah dan beras hasil panen. Sebenarnya tidak hanya itu, satuan ini juga dipakai untuk mengukur ketan, cengkeh, kacang hijau dan lainnya. Satuan itu adalah:

  1. Canting
  2. Cupak
  3. Kulak
  4. Kaleng


Cantingadalah ukuran yang dipakai dengan menggunakan alat berupa kaleng susu kental Indo***k atau susu B*nd**a yang paling kecil. Setelah susu kental di dalamnya habis, lalu kaleng dicuci bersih serta kertas yang menjadi kulit tempat merek dagang beserta keterangan lainnya itu dilepas. Akhirnya, ia menjadi sebuah canting, berupa kaleng kecil berwarna putih dimana salah satu tutup kaleng (berbentuk lingkaran) yang semula dilubangi untuk menuang susu telah dilepas bersih.

Satu Cupaksetara dengan satu setengah liter. Ukuran satu Kulak sama dengan dua Cupak. Alat yang digunakan untuk mengukur Cupak sama seperti Liter yang kita dapati di kios atau pasar yang menjual beras, ketan ataupun kacang hijau di berbagai daerah di Indonesia. Alat ukur Kulakdua kali lebih besar dengan liter. Kedua alat ukur ini biasanya terbuat dari logam besi.

Kalengmerupakan alat ukur yang menggunakan kaleng cat kapur. Di dusun-dusun beberapa daerah di Indonesia cat kapur merupakan cat murah untuk memutihkan pagar-pagar dari bilah bambu atau tembok-tembok. Kaleng ini menjadi alat ukur sendiri bagi orang Bengkulu.

Perbandingan dari alat-alat ukur itu adalah sebagai berikut:

1 canting
1 cupak = 6 canting
1 kulak = 2 cupak = 12 canting
1 kaleng = 5 kulak = 10 cupak = 60 canting

Kemarin saya mengonfirmasi ukuran-ukuran di atas pada saudara saya Amrul Hamidi di Bengkulu. Terus terang saya belum membuktikan sendiri ukuran-ukuran ini apakah sesuai dengan perbandingan di atas. Namun sejak kecil saya akrab dengan satuan-satuan ukur itu. Anda sedang di Bengkulu? Setelah membaca artikel ini, tidak ada salahnya Anda membuktikan sendiri kebenaran perbandingan ukuran-ukuran itu.

Read More......

Daftar Hitam Taksi Jakarta

Pagi ini saya membaca satu posting di milis Ida Arimurti and friends tentang daftar hitam (black list) taksi dari Polda Metro Jaya. Saya pikir teman-teman di Jakarta perlu memperhatikan informasi ini.


BLACK LISTED TAXI dari POLDA METRO JAYA

Modus Baru Penculikan dalam TAXI !

Rekan-rekan semua (terutama yg berada di Jakarta), perlu diketahui dan diwaspadai bahwa kejahatan dalam Taxi kambuh lagi. Untuk itu bagi anda kaum hawa yang sering pulang malam agar berhati-hatilah....

Cuplikan Berita :
Seorang perempuan (Business Centre Manager-nya Hotel Regent) baru saja diculik, ketika naik taksi QUEEN jam 5 sore dari depan Hotel Regent. Ternyata taksi tsb sudah diikuti oleh sebuah mobil berisi 4 orang lelaki.

Sampai di dekat tugu 66 (yang sedang macet pada saat itu) dua orang masuk dari pintu belakang kanan-kiri, satu orang dipintu depan, satunya lagi stay di mobil mengikuti taksi dari belakang. Sebelum sempat teriak, perempuan itu sudah direbahkan di bawah kursi belakang, meringkuk dan diinjak oleh 2 lelaki. Mereka mengancam akan membunuh bila berusaha cari pertolongan. Seluruh barang berharga diambil, lalu mereka berputar-putar 3-4 jam mencari lokasi ATM yang sepi agar dapat menguras isi tabungan dengan leluasa.

Setelah mendapatkan uang mereka pergi ke arah Pluit untuk membuang perempuan itu di jalan tol yang sepi dan menusuk kakinya sebelum dia dilemparkan ke jalan. Perempuan tsb merangkak beberapa ratus meter dikegelapan, berusaha menyetop kendaraan yang lewat dan mencapai gerbang tol. Sekarang dia sudah sehat lahir dan bathin, tapi saya yakin butuh waktu lama untuk mengobati trauma itu. Well girls... you have to be more careful from now on (especially in the evening).

BLACK LISTED TAXI (sumber data : Polda Metro Jaya) :
1. KOTAS (abis merampok sering masih suka memperkosa korbannya)
2. STEADY SAFE
3. PRESTASI
4. DIAN
5. ROYALCITY
6. QUEEN (yg baru saja terjadi).
7. GOLDEN TAXI (supirnya suka menipu & memeras penumpang)

Read More......

Keinginan dan Penderitaan

Apa yang Anda dapatkan ketika betul-betul telah memiliki apa yang selama ini Anda idam-idamkan? Buat saya pribadi, justru setelah saya memilikinya, saya malah merasa hal itu biasa-biasa saja. Saya merasa ingin memiliki sesuatu karena menganggapnya luar biasa dan saya belum mendapatkannya saat itu juga. Namun setelah saya memiliki, segala yang ada pada hal itu hanyalah biasa. Tidak lebih.

Secara ekonomi misalnya, Safir Senduk yang konsultan keuangan keluarga itu mengatakan, "belilah sesuatu itu karena kebutuhan, bukan karena keinginan." Dengan demikian, kita menjadi bijak secara ekonomi. Lain hal lagi, ada pula seorang laki-laki secara luar biasa mengagumi seorang perempuan. Ia terlanjur jatuh cinta, lalu mencintai dengan sepenuh hati, bahkan apapun akan ia lakukan untuk mendapatkan sang pujaan hati. Tapi pada akhirnya ia tahu bahwa perempuan yang terlanjur lekat dalam hati sanubari ternyata telah memiliki suami. Apa yang terjadi?

Wandi, teman saya di Yayasan Air Putih, dalam satu workshop ICT mengingatkan bahwa kita sebaiknya menggunakan teknologi sesuai dengan kebutuhan. Seorang teman lama yang sempat bekerja dalam satu lembaga dengan saya, suatu kali pernah menanyakan Laptop seperti apa yang bagus. Ia ingin membeli yang katanya "canggih". Saya menjawab sama seperti teman saya yang penjual komputer rakitan ketika menjawab pertanyaan yang sama dari orang lain: "untuk apa laptop itu kamu miliki?, Untuk pekerjaan apa saja? Desain grafis, game, olah video, atau sekedar mengetik pekerjaan-pekerjaan kantor?".

Banyak sekali cerita tentang orang-orang di Nusantara ini yang menghabiskan uang jutaan hingga milyaran rupiah hanya untuk pesta, entah pesta ulang tahun, perkawinan, atau sekedar pesta perpisahan. Sementara, nun jauh di pelosok sana, atau menyempil di sela-sela gedung pencakar lagit Jakarta masih banyak orang-orang lapar terpaksa makan nasi "sampah" atau bahkan mati kelaparan. Sungguh, keingian untuk dianggap luar biasa telah membutakan hati pada kehidupan lain di luar diri sendiri.

Jika orang-orang tidak terlalu berpikir tentang kejayaan diri yang bersumber pada akumulasi materi, niscaya kerusakan hutan-hutan, kekacauan tata ruang kota yang menyebabkan banjir, kehebohan mobil mewah yang surat-suratnya palsu, atau kelaparan nun di pelosok negeri tidak akan pernah terjadi.

Keinginan tanpa terkendali selalu berujung pada kezaliman pada sesama, baik langsung maupun tidak langsung. Keinginan seringkali tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga merugikan orang lain. Oh... benar nian kata orang-orang bijak yang dikutip Iwan Fals dalam lagunya: Keinginan adalah sumber penderitaan.

Read More......