Kalau tidak merokok


Waktu itu aku masih sangat kecil. Awal tahun 80-an. Aku berusaha mengingatnya. Satu hari, emak mengajakku ke rumah sakit. Bapak terbaring di atas sebuah tempat tidur di rumah sakit. Kota Manna, ibu kota kabupaten Bengkulu Selatan, saat itu hanya memiliki satu rumah sakit umum dan belum ada rumah sakit atau klinik swasta. Bapak terbaring lemah di situ. Tak terpikirkan olehku kalau Bapak sakit keras karena kebiasaan merokok. Ia harus menerima kenyataan bahwa akhirnya ia harus dirawat. Setelah besar baru kuketahui Bapak pernah menjadi perokok berat. Ia katakan pernah menghabiskan lebih dari satu bungkus rokok setiap harinya. Keluar dari rumah sakit, Bapak berusaha keras untuk tidak merokok lagi. Akhirnya, ia berhasil melewati masa-masa sulit untuk menyesuaikan diri menjadi orang yang tidak merokok.

Pengalaman Bapak menjadi pelajaran penting bagiku. Sejak kecil sudah tertanam dalam pikiran, membentuk sebuah tekad kuat, bahwa aku tidak akan pernah merokok. Masuk nian semua penjelasan bahwa merokok tidak memberikan manfaat sedikitpun bagi siapa saja. Belum ada satu batang pun rokok yang pernah kuhisap.

Awal tahun 2003, aku mulai mengikuti kegiatan kampanye pencegahan merokok pada anak remaja di Yogyakarta. Program ini, merupakan program yang dilaksanakan oleh KUAK bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Yogyakarta. Aku mendapat tugas untuk mendampingi siswa di 3 SMP di Yogyakarta. Tugasku mengajak anak-anak remaja sekolahan itu aktif melakukan pencegahan merokok bagi teman-teman sebayanya. Kami berdiskusi dua kali dalam seminggu, selama sekitar 30 menit sepulang sekolah dan menjelang aktifitas mereka di kegiatan ekstrakurikuler. Mulai dari saling bercerita mengenai pengalaman masing-masing anak saat pertama kali menghisap rokok, atau ketika pertama kali mengingatkan teman untuk berhenti merokok, hingga prestasi-prestasi mereka dalam berbagai bidang sebagai hasil menjadi siswa aktif tanpa asap rokok.

Kalau sejak masa remaja sudah merokok, sudah bisa dipastikan orang itu akan menjadi perokok berat sampai tua. Memang, tidak secara umum demikian. Namun rokok merupakan barang candu, sekali mencoba lalu ketagihan, seterusnya menjadi susah untuk tidak konsumtif terhadapnya. Adik dan kakakku juga demikian. Merokok merupakan hak semua orang. Tetapi hak setiap orang pula untuk bisa menghirup oksigen yang tidak tercemar oleh asap rokok. Satu hal yang masih kusukai bagi perokok macam adikku. Kalau dia sedang bertandang ke rumah, ia tidak merokok di hadapan anakku yang masih 2 tahun. Ia juga menghindari merokok saat bersama orang-orang yang tidak merokok. Satu temanku ketika masih di Yogya, kalau merokok ia tidak akan pernah melakukannya di dalam bisa kota, di tempat umum yang lebih banyak orang yang tidak merokok daripada merokok, dan biasanya menerima dengan baik kalau ada yang memintanya untuk tidak merokok saat itu juga.

Satu hal yang tidak aku sukai dari si perokok. Umumnya mereka akan membuang puntung rokok yang telah dihisapnya di sembarang tempat. Aku sangat tidak menyukai orang yang membuang sampah sembarangan. Perokok biasanya suka membuang puntung rokok seenaknya di mana saja. Tentang merokok yang mengganggu kesehatan, baik bagi perokok aktif maupun perokok pasif, tentu semua orang sudah tahu. Tahun lalu Pemerintah DKI Jakarta menerapkan Perda yang melarang orang merokok di tempat umum seperti di bis kota, kantor-kantor, di stasiun dan tempat-tempat umum lain. Perda itu tidak memiliki kemampuan untuk menertibkan perokok.

Ada baiknya perokok memikirkan lagi dampak merokok untuk diri sendiri maupun bagi orang di sekelilingnya. Aku tidak pernah membedakan dari kelas mana perokok itu, jenis kelamin, usia, atau apapun yang melekat pada dirinya. Aku hanya ingin semua orang menjadi sehat tanpa asap rokok. Sehat untuk Anda yang mulai secara pelan-pelan berhenti merokok, pun bagi semua di sekeliling Anda yang tidak pernah bisa mencegah oksigen yang tercemar masuk ke paru-parunya. Hari ini, 31 Mei adalah hari tanpa tembakau sedunia. Semua orang harus memikirkan supaya barang ini tidak menjadi sumber penyakit yang justru ingin kita hindari.

Read More......

Seperti telur Cicak

Dalam satu lokakarya, di meja peserta yang bentuknya ditata seperti huruf U tersedia permen rasa mint. Di dalam mangkok kecil yang letaknya persis di depan saya, bentuk, warna, serta ukuran permen itu persis sama dengan telur Cicak. Sembari mengambil satu, saya nyeletuk ke teman di sebelah saya, "kayak telur cicak ya". Myra, yang duduk di sebelah teman saya itu langsung merasa tertarik untuk berkomentar.

Beda halnya dengan anak-anak masa sekarang, yang hidupnya di kota, lebih akrab dengan TV dan dengan mainan yang serba terbuat dari plastik, elektronik serta digital pula. Anak-anak ini lebih dulu mengenal permen mirip telur cicak ketimbang telur cicak itu sendiri. Saat menemukan telur cicak, maka mereka akan mengatakan "ada telur yang mirip permen". Generasi yang usianya sudah 30 atau di atasnya, kebanyakan lebih mengenal telur cicak itu daripada permen yang mirip dengannya. Ketika bertemu permen ini, langsung saja kita mengatakan permen ini mirip telur cicak. Masa kanak-kanak, mereka hanya mengenal sedikit sekali bentuk-bentuk permen. Apalagi rasanya, paling-paling hanya rasa mint dan jeruk.

Saya jadi berpikir, sepertinya ada cara sederhana untuk membedakan generasi sekarang dengan generasi yang berusia kira-kira 20 tahun di atasnya. Cara itu antara lain, dengan mengetahui apakah mereka lebih mengenal barang buatan (teknologi) manusia yang mirip barang yang sudah ada di alam ataukah mereka mencoba menghubungkan barang (buatan manusia) yang baru mereka temui dengan benda yang sudah pernah mereka lihat di alam sekitar. Kalau ia masuk kategori yang pertama, maka bisa ditebak, orang ini pertama kali menghirup oksigen di akhir tahun 80-an atau lebih muda lagi. Inilah realitas kehidupan di kota-kota macam Jakarta dimana anak-anak tak begitu mengenal daerah desa yang lebih akrab dengan nuansa alamnya.

Read More......

Agar aman ketika naik Taksi

Sering ada berita peristiwa perampokan yang dialami oleh penumpang taksi. Umumnya terjadi pada malam hari. Kebanyakan penumpangnya adalah perempuan, meski bisa juga menimpa penumpang laki-laki. Mereka yang terjebak pada peristiwa naas ini seringkali karena menumpang pada taksi yang berlabel "Tarif Lama". Saya sendiri suka naik taksi dengan label itu, namun tentu saja masih harus pilih-pilih mana taksi yang punya citra "baik dan bertanggung jawab".

Menggunakan taksi merupakan pilihan bagi saya untuk tujuan tertentu dan waktu tertentu. Saya akan naik taksi untuk ke bandara, menghadiri undangan suatu kegiatan yang letaknya jauh macam Bogor, pulang dari kantor ke rumah ketika hari sudah pukul 23.00 atau sudah tengah malam, saat hujan lebat yang tidak memungkinkan saya untuk menyewa tukang ojek. Yang lebih sering sebenarnya ketika mewakili kantor menghadiri undangan atau pulang ke rumah pada tengah malam.

Mengetahui banyak peristiwa perampokan pada penumpang taksi, saya memiliki trik untuk bisa menghindarinya. Mungkin Anda atau orang lain juga melakukan hal yang sama:

Pertama, pastikan Bahwa Taksi yang kita tumpangi memiliki ciri-ciri yang jelas. Biasanya nomor pintu tertera dengan jelas dan dapat terbaca oleh penumpang dengan baik meski dari tempat duduk di belakang. Nomor itu terdapat di sisi dalam pintu belakang. Juga identitas Sopir (nama dan nomor identitas yang diberikan oleh perusahaan taksi) yang bisanya terletak di atas dashboard, entah persis di depan sopir atau di depan penumpang jika duduk di sebelah sopir. Catatlah nomor pintu dan identitas sopir pada selembar kertas dan simpan baik-baik di tas atau kantong. Kalau terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan, identitas tersebut akan sangat berguna.

Kedua, gunakan taksi yang sudah memiliki tingkat kepercayaan masyarakat cukup tinggi dalam hal keselamatan dan kenyamanan dalam melayani penumpang. Banyak taksi yang armadanya ditempeli stiker "Tarif Lama" untuk meyakinkan calon penumpang bahwa mereka menjual jasanya lebih murah dari yang lain. Ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah daerah yang menaikkan tarif setelah ada kenaikan harga bahan bakar. Meski peristiwa perampokan kebanyakan terjadi pada taksi jenis ini, namun tetap ada taksi tarif lama yang bagus pelayanannya. Saya biasa menggunakan taksi dengan inisial "P" dan "E" meski sesekali menggunakan taksi dengan tarif baru yang pelayanannya terhitung paling baik dengan inisial "BB".

Ketiga, ketika saya naik taksi dengan rute yang cukup jauh dan pada malam hari pula, maka saya akan mengirimkan pesan pendek (SMS) kepada isri yang berisi nomor pintu dan identitas sopir taksi, serta informasi sedang melakukan perjalanan dari mana dan kemana tujuan akhir menggunakan taksi itu. Anda bisa mengirimi orang terdekat sebuah pesan pendek yang berisi keterangan semacam.

Meski sudah melakukan langkah-langkah diatas, tetaplah waspada selama perjalanan. Ajaklah sopir taksi ngobrol supaya tidak mengantuk. Biasanya sopir yang baik akan melayani dengan ramah percakapan apapun yang kita mulai. Mulailah berbicara mengenai hal-hal yang sederhana yang biasa semua orang ketahui dari media massa. Ini untuk untuk membangun hubungan rasa saling percaya antara penumpang dan sopir. Penumpang percaya bahwa sopir akan mengantar ke tempat tujuan dengan baik. Sopir pun percaya bahwa layanannya pada si penumpang diterima dengan baik dan bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk menggunakan jasanya. Bermula dari ngobrol dengan sopir, Saya memiliki satu kartu nama seorang sopir, bentuknya sederhana namun informatif, dan kadang saya menghubungi ketika saya membutuhkannya. Sopir itu baik sekali, ramah, dan enak diajak bicara.

Pernah satu waktu teman saya naik taksi menuju kantor saya yang lama di Senayan. Laptop yang dibawanya ketinggalan. Mulanya ia begitu panik. Untunglah waktu itu ia masih bisa mengingat nomor pintu taksi yang ia tumpangi, lalu menghubungi layanan pelanggan taksi tersebut. Beberapa jam kemudian ia mendapat informasi bahwa laptop yang tertinggal sudah berada di kantor pusat perusahaan taksi itu. Senang sekali perasaan teman saya ini. Perusahaan Taksi yang baik memang berusaha meningkatkan pelayanannya untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat.

Di tengah himpitan ekonomi yang begitu keras, hidup di Jakarta memang membuat siapa saja yang tidak kuat bisa berbuat jahat. Kejahatan sopir taksi adalah salah satunya. Yang penting bagi kita adalah tetap berhati-hati dalam memilih taksi untuk ditumpangi.

Read More......

Membeli produk negeri sendiri

Koran Sindo sore tanggal 1 Mei 2007 lalu memuat laporan singkat yang menarik. Namto Hui Roba, Bupati Halmahera Barat, bersumpah tidak akan makan nasi selain dari beras produksi daerahnya. Ia melakukan sumpah ini di hadapan tokoh adat di daerahnya.

Mulai sekarang, saya tidak akan makan nasi selain beras produksi daerah ini. Sebelum ada beras produksi daerah ini, saya akan makan umbi-umbian dan sagu.


Luar biasa. Ini yang sangat saya impikan selama ini: kemandirian sebuah bangsa ditunjukkan oleh langkah-langkah nyata para pemimpinnya. Bagaimana mungkin rakyat dipaksa mencintai produksi dalam negeri sementara pemimpinnya, dari rambut sampai kaki, bahkan yang masuk ke dalam mulutnya, lebih banyak produksi luar negeri. Saat awal krisis tahun 1997/1998, Putri Soeharta mengajak semua orang mencintai rupiah. Sementara, keluarga dan orang-orang tedekat Soeharto sendiri menyimpan uang dalam jumlah tak terbatas di luar negeri.

Tahun-tahun terakhir, setiap hendak menghadapi masa panen padi, petani menangis. Harga jual gabah dan beras turun. Pemerintah mengimpor beras lagi. Alasannya klasik, Bulog mengatakan stok beras dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan. Untuk itu perlu mengimpor. Juga, untuk mengatasi harga beras yang melonjak akibat stok yang tidak melimpah. Departemen Pertanian sendiri mengatakan bahwa hasil keringat petani-petani dalam negeri mampu mencukupi kebutuhan. Berdebatlah mereka soal angka-angka. Saya sendiri pernah bekerja membantu seorang anggota Legislatif di Senayan. Saat itu, awal 2005, saya mengetahui dari kasak-kusuk broker-broker politik menawarkan jatah anggota dewan yang berani mengusahakan beras dari luar masuk ke Indonesia. Miris saya dibuatnya. Namun begitulah kenyataannya, beras itu bisa masuk dan mematikan pertanian di sini akibat kepentingan sejumlah pejabat yang menangguk keuntungan luar biasa dari permainan kebijakan pangan.

Generasi sekarang tidak sensitif pada ekonomi nasional. Majalah Gatra 28 Maret 2007 memuat liputan khusus tentang waralaba makanan asing yang berjaya di Indonesia. Jutaan dolar uang lari ke luar negeri untuk membayar royalti. McD, KFC, Wendy's, A&W adalah gerai makanan waralabat yang dianggap sebagai simbol makanan orang modern, Rasa Amerika. Banyak orang ingin disebut modern. West is the best. Apa saja yang berbau barat adalah yang terbaik. Entah kenapa pencitraan modern sampai begitu kuatnya termakan oleh orang-orang di sini. Saya menolak semuanya. Bagi saya, kecintaan saya pada Indonesia membuat saya bangga pada anekaragam makanan daerah yang ada. Begitu banyak asupan yang penting untuk tubuh ada di dalamnya. Gado-gado, pecel lele, wedhang rondhe, ayam goreng Suharti, empek-empek jauh lebih memikat dari pada makanan rasa Amerika itu. Saya percaya, hanya mengkonsumsi makanan asli anak negeri dapat mendukung perekonomian nasional. Karena hal itu, tidak jarang saya harus menerima cemooh teman-teman bekerja, orang-orang dekat saya, dan mereka yang sudah tidak peduli akan nasib negeri ini. Bahkan aktifis-aktifis demokrasi dan HAM yang saya kenal sekalipun, gemar nian mereka makan di tempat "rasa Amerika" itu, berdiskusi sambil menenggak wine dan pura-pura memikirkan bangsa. Saya nyaris kehilangan kepercayaan pada mereka.

Saya mencintai negeri ini. Belanja mingguan saya lakukan di pasar tradisional Ciluengsi, pasar terdekat dengan tempat tinggal saya dan keluarga. Saya bandingkan harga bahan pokok di pasar tradisional dan di supermarket. Harga di pasar tradisional sedikit lebih murah. Teman yang suka menyebut saya sok nasionalis mengatakan, belanja di pasar tradisional harus melakukan tawar menawar. Mereka tidak suka demikian. Bagi saya, tawar menawar justru merupakan interaksi sosial yang hangat. Ada emosi yang terlibat di sana. Saya punya langganan untuk barang-barang tertentu yang saya beli setiap minggu. Saya jadi akrab dengan pedagang-pedagang itu. Selalu ada senyum ketika melewati lorong-lorong pasar yang becek. Tetapi saya bahagia, ekonomi rakyat menjadi bergairah di tengah hantaman pemodal-pemodal asing yang ingin mendirikan banyak rumah belanja. Harga di supermarket bisa jadi lebih murah dari harga di pasar tradisional. Itu karena pemilik supermarket bisa memotong jalur distribusi. Tetapi bagi saya belanja di pasar tradisional memberi kehidupan banyak orang.

Saya tidak anti supermarket. Kebutuhan-kebutuhan yang tidak bisa saya dapatkan di pasar, saya membelinya di supermarket. Hal ini terjadi karena saya ke pasar biasanya pada pagi hari di akhir pekan (Sabtu atau Minggu). Pada pagi hari, saya lebih banyak menemui pedagang-pedagang sayuran, rempah, daging, ikan, dan buah. Lebih banyak kebutuhan dapur. Kondisi becek tidak bisa menjadi alasan saya untuk lebih memilih supermarket dalam berbelanja. Pasar bisa dibuat lebih rapi dan bersih yang membuat nyaman tidak hanya pedagang namun juga pembeli. Pasar Bring Harjo Yogyakarta bisa menjadi contohnya. Sewaktu tinggal di Yogya, saya biasa belanja ke sana. Untuk kebutuhan sandang, saya dan istri biasa berbelanja di Pusat Grosir Cililitan. Tetap ada proses tawar menawar di sana.

Belanja merupakan usaha pemenuhan kebutuhan. Berbelanja pun butuh sikap bijak. Utamakan produksi dalam negeri. Prestise dan kebanggaan akan barang-barang luar negeri, lambat laun akan menyebabkan produksi dalam negeri menjadi mati. Lalu siapa lagi yang mau menjadikan negeri ini mandiri kalau bukan kita sendiri. Saya membayangkan Indonesia bisa mandiri seperti Kuba. Saya senang sekali melihat itikad kuat Bupati Halmahera Barat itu. Seperti syair ciptaan John Lennon dalam sebuah lagunya:

You may say I am a dreamer
but I am not the only one

John Lennon bukan asli negeri ini. Tetapi meresapi lagu-lagunya tidaklah sama dengan menyantap makanan dari McD. Saya percaya, jika kesadaran itu tumbuh dan meluas, akan kuatlah bangsa ini. Saya terus berupaya. Semoga Anda juga.

Read More......