Buy Nothing Day 2008

Kemana saya lebih sering berbelanja untuk memenuhi kebutuhan? Apakah saya membeli barang betul-betul karena kebutuhan ataukah sekedar karena keinginan? Apakah barang-barang yang saya beli terbuat dari bahan-bahan yang ramah lingkungan, tidak menggunakan bahan baku yang merupakan bagian dari hewan (langka)? Apakah produsen mengupah pekerja-pekerjanya dengan layak? Apakah barang-barang yang saya miliki betul-betul mendesak, tidak adakah yang bisa menjadi substitusi yang juga tidak kalah bermutu? Apakah barang-barang ini dapat didaur ulang, dapat digunakan lagi setelah dipakai, dikurangi pemakaiannya? Apakah barang-barang ini produksi lokal ataukah produk asing? Apakah aktivitas membeli kita seimbang dengan tingkat kebutuhan untuk berbelanja?

Pertanyaan-pertanyaan di muka merupakan beberapa diantara sekian pertanyaan yang dapat menjadi renungan di hari tanpa belanja yang jatuh pada 28 november 2008 yang dirayakan di Amerika Utara, serta dirayakan secara internasional pada 29 November 2008.

Buy Nothing Day
adalah sebuah bentuk perang melawan konsumerisme. Ia merupakan moment untuk memikirkan kembali budaya belanja yang sudah jauh melampaui batas-batah keramahan pada lingkungan, baik sosial maupun alam sekitar. Jauhkan semboyan "Belanja terus sampai mampus". Hiduplah secara wajar. Mari ikut mengampanyekannya.

Informasi mengenai ini dapat Anda akses disini atau disini.

Read More......

Namang

Nama adalah doa. Demikian Islam mengajarkan umatnya untuk memberikan nama yang baik pada anak yang baru lahir. Dengan nama yang baik itu, orang tua dan siapapun yang memanggil, telah mendoakan kebaikan bagi sang anak sesuai dengan namanya. Sebagai contoh, nama Yusuf, merupakan nama yang diberikan oleh orang tua untuk anaknya dengan harapan si anak kelak akan saleh seperti nabi Yusuf. Tak hanya itu, kalau perlu secara fisik si anak akan tampan seperti salah satu dari 25 orang nabi dan rasul yang terkenal itu.

Orang Kaur, daerah paling selatan propinsi Bengkulu, hampir seratus persen merupakan pemeluk agama Islam. Mungkin karena orang di sepanjang pulau Sumatera merupakan bagian dari rumpun besar bangsa Melayu yang budayanya dipengaruhi Islam secara kental, sebab penyebaran Islam di tanah Sumatera bergerak dari Pasai si sebelah paling Utara (Aceh) hingga paling selatan (Lampung).

Selain menentukan nama sesuai dengan ajaran Islam, sebelum anak lahir, orang tua telah memikirkan kepada siapa si anak kelak akan memanggil Tamang atau "namang".

Tamang adalah panggilan seorang cucu laki-laki kepada kakeknya. Kepada neneknya, sang cucu memanggil "Bini". Sebaliknya, cucu perempuan akan memanggil kakeknya dengan sebutan "Bini" dan memanggil neneknya dengan sebutan "Tamang". Panggilan ini merupakan panggilan biasa menurut aturan dalam budaya orang Kaur. "Namang" adalah adat yang lainnya. Panggilan Tamang akhirnya tidak hanya ditujukan kepada Tamang kandung.

Orang yang "di-Tamang" oleh anak yang baru lahir tetaplah harus memiliki pertalian darah dengan anak yang baru lahir. Tamangnya ini bisa merupakan saudara dari Tamang atau bini kandung.

Untuk bisa menamangkan anak kepada seseorang, maka anak yang baru lahir harus diberi nama yang memiliki minimal satu suku kata yang diambilkan dari satu suku kata orang yang ditamangkan. Misalnya, Herman, memiliki satu suku kata "Man" yang mengikatkan hubungan dengan Tamangnya yang bernama "Manaf". Manaf sendiri adalah adik kandung dari Tamang (kakek) kandung Herman dari pihak Bapak. Demikian pula dengan Midi, yang memiliki satu suku kata "Di" yang terdapat pada nama Tamangnya, yang kebetulan merupakan Tamang (kekek) kandung sendiri "Karadi".

Adat "menamangkan" sendiri memiliki tujuan penting, yakni semacam penghargaan orang tua anak yang baru lahir kepada orang yang ditamangkan. Menguatkan kembali pernyataan serta sikap bahwa diantara anak yang baru lahir dengan yang ditamangkan masih memiliki pertalian keluarga. "Namang" adalah tali pengikat dan penguatnya.

Bagi orang yang ditamangkan, ia akan merasa mendapatkan penghormatan yang lebih dari keluarga yang baru dikaruniai anak. Kadang, ada pula orang tua yang berharap supaya anak dari keponakannya yang baru lahir mau menamangkan ia. Si orang tua anak yang baru lahir pun juga tak mau dikatakan sombong tak menamangkan anaknya kepada orang tertentu. Tak jarang pula ada yang menilai ada anggota keluarganya yang tidak menamangkan keturunan mereka kepadanya karena merasa dirinya berlatar belakang ekonomi yang "kurang". Fungsi adat "namang" tetaplah untuk semakin mengikat dan menguatkan pertalian keluarga dan rasa persaudaraan.

Sebenarnya, ada pula yang mengaitkan nama anak yang namang dengan dan nama orang yang ditamang tidak dengan suku kata, namun cukup dengan hanya bunyi yang ditimbulkan dari penyebutan nama anak dan Tamangnya. Misalnya pada nama Marfendri. Ia lahir pada bulan Maret, dan namang ke Fandi, saudara dari Bini (nenek) kandungnya. Kedua nama itu tidak memiliki kesamaan suku kata sedikitpun. Keduanya hanya sama-sama memiliki bunyi "i" pada pelafalan nama mereka.

Namang langsung ke Tamang kandung merupakan hal yang langka. Namun tetap saja ada. Misalnya pada Midi. Sekarang pun, Anak ketiga Midi yang perempuan diberi nama Dhiya Shadrina (artinya: penerang hati kita), Namang kepada Tahaya. Tahaya adalah Mak (ibu) kandung Midi, yang berarti Tamang kandung bagi Dhiya.

Setelah ditamangkan, biasanya orang yang ditamangkan, istri atau suaminya, juga anak-anaknya merasa bahwa anak yang baru lahir itu adalah bagian dari keluarga inti (keluarga batih) mereka sendiri. Si Tamang dari hasil Namang ini kadangkala memiliki rasa kasing sayang yang lebih daripada Tamang kandung si anak itu sendiri. Jika memiliki harta (materi), si anak yang baru lahir ini akan mendapat "fasilitas" hidup yang baik dari "Tamang baru" beserta keluarganya itu.

Adat "Namang" ini hanya terdapat pada orang Kaur Asli, yakni mereka yang berbahasa Kaur/Bintuhan. Secara geografis, letak tempat tinggalnya mulai dari paling Utara adalah daerah Nusuk, Hawat Mate, atau daerah Kinal, yang berbatasan dengan Kecamatan Kaur Utara (yang lebih dikenal dengan Padang Guci) hingga daerah Way Hawang, daerah paling ujung Selatan, yang merupakan wilayah perbatasan Propinsi Bengkulu dengan propinsi Lampung.

Keterangan:
Foto "Tunggu(k)an" berasal dari blog Vibriyanti. Tunggu(k)an adalah kayu bakar dalam bahasa Kaur. Seperti tampak pada foto, dikumpulkan untuk kemudian di bawa ke dapur guna memasak.

Read More......

Birahi

Menurut Anda, apa saja yang dapat membangkitkan birahi Anda pada lawan Jenis? Jawabannya tentu macam-macam, baik dari kaum Adam maupun kaum Hawa.

Gordon (bukan nama sebenarnya) adalah penyiar Female Radio Jakarta. Dalam satu forum diskusi, ia bercerita kalau ia mendapatkan pesan pendek (SMS) dari seorang pendengar radio saat sedang siaran. Isinya sangat mengejutkan:

Aku terangsang mendengar suara kamu. Saat ini aku sedang masturbasi sambil mendengarkan suara kamu.

Pesan pendek itu meluncur ke nomor ponsel milik stasiun radio yang menggunakan teknologi SMS Gateway untuk menerima pesan pendek dari pendengarnya. Acara yang sedang disiarkan oleh Gordon bukanlah konsultasi Pasutri seperti yang diasuh oleh Dr. Boyke menjelang tengah malam. Ia hanya menyiarkan perkiraan cuaca. Di pagi hari pula.

Dulu, radio Geronimo Yogya memiliki seorang penyiar yang memiliki banyak penggemar. Namanya Wibi Mahardika. Salah satu acara yang ia pandu adalah Sasisoma. Acara ini berisi tanya-jawab tentang agama (Islam), yang diisi oleh Wijayanto, seorang da'i yang saat ini mulai mengisi acara keagamaan di televisi. Siapapun yang pernah mendengarkan suara mas Wibi ini pastilah tahu kalau suaranya begitu elok didengar. Jika ia penyanyi, tentulah suaranya disebut "merdu". Bahkan seorang pengagumnya menyebut suara mas Wibi itu "empuk". Wijayanto sendiri membuat kesimpulan bagi kebanyakan penyiar radio, "suaranya begitu menggoda, tapi tampangnya biasa saja." Saya sendiri menilai mas Wibi tak semata memiliki suara yang empuk, tetapi juga penyiar radio yang cerdas.

Entah seperti apa suara yang katanya seksi milik lelaki tulen itu. Tapi yang jelas, kekagetan menerpa saya karena suara itu telah menyebabkan birahi seorang perempuan. Hanya suara, bukan desahan, apalagi "rayuan".

Apakah ada yang mengalami hal semacam selain perempuan ini, saya tidak tahu. Tapi ini adalah kisah nyata, yang terjadi belum begitu lama.

Semoga saja kedua penyiar radio di atas tidak akan ditangkap pihak berwenang karena dianggap telah melanggar pasal 1 Undang-Undang tentang Pornografi yang disahkan baru-baru ini.

Keterangan: foto diambilkan dari sini

Read More......