Kriminalisasi

Akhir pekan lalu saya mengikuti pertemuan Komnas HAM, Komnas Perempuan, SBMI Pusat, KOPBUMI, LBH APIK Jakarta, Solidaritas Perempuan, GPPBM, LBH Jakarta, HRWG, Migrant Care, SBM Karawang, SBM Cianjur, LBH Cianjur, KASBI, dan AP2BMI Lombok. Pertemuan ini membahas tentang format pendokumentasian kasus-kasus buruh migran Indonesia. Sekitar 2 tahun terakhir pembahasan mengenai ini vacuum. Seingat saya, selain karena belum ada kata sepakat mengenai format yang baku, juga masing-masing organisasi sibuk dengan programnya sendiri.

Satu hal yang menarik bagi saya adalah, masih ada diantara peserta pertemuan yang belum memahami terminolgi "kriminalisasi". Akibatnya, ketika membahas kasus dimana ada BMI yang mengalami kriminalisasi di negara tempat mereka bekerja, hal ini menjadi tidak tuntas.

Eni Suprapto, salah seorang mantan komisioner Komnas HAM periode lalu mencoba merumuskan istilah ini. Rumusan ini menurut saya adalah rumusan yang dapat mewakili apa yang dimaksudkan:

Kriminalisasi yaitu tindak yang dilakukan oleh pihak berwenang terhadap pekerja migran dengan memperlakukannya sebagai pelaku tindak pidana sebagai akibat dari tindak yang dilakukan atau ketiadaan tindak yang dilakukan (non action) atau karena ketidak sengajaannya, walaupun tindak, ketiadaan tindak, ketidaksengajaan tersebut bukan merupakan tindak pidana.


Contoh dari kriminalisasi ini adalah, saat seorang buruh migran yang berprofesi sebagai PRT di Malaysia. Ia mengalami penyiksaan oleh majikannya. Karena tidak tahan, PRT ini lalau melarikan diri. Pada masa pelariannya itu ia ditangkap oleh petugas keamanan negara itu. Ia ditahan karena dinilai sebagai pendatang haram sebab tak memiliki dokumen. Padahal, semua dokumen yang ia miliki seperti Visa Kerja, Passport, dan lainnya ditahan oleh majikan. Datang dan tinggal di Malaysia tanpa memiliki dokumen adalah sebuah tindakan kriminal.

Contoh kasus kedua adalah, seorang buruh migran perempuan yang berprofesi sebagai PRT juga di Timur Tengah. Ia mengalami tindak kekerasan seksual berupa perkosaan oleh keluarga majikan dan kemudian hamil. Lalu ia melarikan diri sebab ia pun tak tahan mengalami siksaan fisik dan psikis. Saat melapor ke petugas setempat, ia dituduh telah melakukan perzinahan. Saat PRT ini mengatakan bahwa ia hamil karena perkosaan, ia diminta untuk menghadirkan saksi dari peristiwa perkosaan itu. Di jazirah Arab itu, peristiwa perkosaan baru dapat diakui sebagai kejadian hukum jika ada saksinya sejumlah minimal 3 orang. Karena si korban tidak dapat menghadirkan saksi, maka ia dianggap telah berzinah. Perbuatan zinah adalah tindakan kriminal.

Terminologi ini sangat penting untuk difahami oleh siapa saja yang melakukan advokasi masyarakat, tak hanya di pembelaan hak-hak buruh migran Indonesia.

0 comments

Post a Comment