Hukum Asosiatif


Sekitar dua setengah tahun lalu, saya mengajar anak-anak tetangga untuk beberapa mata pelajaran, salah satunya adalah Matematika. Waktu itu saya baru datang dari Yogya, masih bekerja serabutan, sembari mencari pekerjaan yang pas juga berjualan jurnal digital di emperan kampus-kampus di Jakarta, Depok dan menawarkan ke beberapa kenalan. Jadinya, masih ada waktu untuk mengajar anak-anak tetangga itu. Mereka semua hanya ada 4 anak dan masih di bangku SMP. Tentu pelajaran mereka tidak begitu sulit bagi saya yang sudah bertahun-tahun tidak lagi mempelajarinya.


Saya teringat perkataan guru saya waktu masa sekolah dulu, "guru itu juga belajar, terus belajar. Kalau guru lebih tahun dari siswanya, itu karena guru membaca dan belajar lebih dulu ketimbang siswa yang belajar padanya." Saya camkan betul saat akan mengajar anak-anak tetangga ini. Saya juga tidak mau asal-asalan membantu mereka belajar. Meski uang yang saya terima dari mereka sangat tidak cukup, terus terang saya merasa memiliki tanggung jawab yang tidak ringan.

Entah kenapa hari ini saya teringat pada satu topik pelajaran Matematika, yakni hukum asosiatif. Hukum ini berlaku pada perkalian dan penjumlahan (CMIIW). Yakni posisi angka yang dijumlahkan atau dikalikan bisa berubah sebaliknya dengan hasil yang sama. Contohnya, tiga dikali lima (3 X 5) akan sama hasilnya jika posisi angka menjadi lima dikali tiga (5 X 3). Hasilnya tetaplah lima belas (15). Demikian juga dengan penjumlahan. Sepuluh ditambah tiga (10 + 3) bisa sama hasilnya dengan tiga ditambah sepuluh (3 + 10). Hasilnya adalah tiga belas (13). Hukum asosiatif ini tidak berlaku untuk pembagian, seperti lima belas dibagi tiga (15 : 3) tidak akan pernah memiliki hasil yang sama dengan tiga dibagi lima belas (3 : 15).

Di sebuah lembaga bimbingan belajar di Bengkulu, 14 tahun lalu, saya menyukai satu guru yang membimbing kami belajar Matematika. Saya lupa namanya. Tapi karena dia orang Batak, sehingga tanpa harus melucu pun kami suka logat bicaranya yang memang sudah lucu. Melihat mimik wajahnya saja dia sudah lucu. Nah dengan kelucuannya ini ia menjadikan belajar matematika tidak menjemukan. Bapak guru satu ini bertanya pada kami, "hukum asosiatif itu, dalam kehidupan kita, ada tidak contohnya?" Tentu saja agak sulit menemukannya dalam kehidupan sehari-hari. Sepatu dan sandal tidak bisa dirubah posisinya karena memang bentuknya sudah disesuaikan dengan bentuk kaki kanan dan kiri kita. Guru saya ini, sambil memasang mimik serius menyebutkan tokoh film kartun saat itu: Superman. Serentak kami yang ada di dalam kelas tertawa. Superman dan tokoh-tokoh komik semacam yang sudah difilmkan itu mengenakan celana dalam di luar dan celana panjang mereka di dalam. :))

Saya menyukai cara-cara Yohanes Surya yang membimbing anak-anak Tim Olimpiade Fisika Indonesia hingga menghantarkan mereka membawa pulang medali emas beberapa tahun terakhir. Saya sendiri belum pernah melihat cara mereka belajar secara langsung. Tetapi dari koran dan majalah yang saya baca, diceritakan kalau Yohanes menjadikan pelajaran Fisika, salah satu ilmu eksakta yang menjadi momok siswa, sebagai ilmu yang menyenangkan untuk dipelajari. Ini berkaitan dengan cara mengajarkan dan cara siswa untuk memahami pelajaran. Saya pikir, kalau guru-guru di tanah air ini memiliki pemahaman dan melakukan hal yang sama dengan Yohanes, tentu pelajaran-pelajaran yang menjadi momok siswa itu akan berubah menjadi begitu menyenangkan.

0 comments

Post a Comment