Nama Jalan


Pertemuan rutin bulanan RT kami, kali ini, berlangsung pada Sabtu malam, 2 Februari lalu. Pertemuan rutin ini memang berlangsung setiap minggu pertama dan waktunya pada malam minggu. Hanya sebulan sekali, untuk bertemu dengan sesama warga se-RT, sekaligus arisan. Demikian pula dengan ibu-ibu penghuni RT ini. Hanya saja, kalau ibu-ibu biasa melaksanakannya pada sore hari. Bapak-bapak arisan, ibu-ibu pun demikian.

Salah satu pembicaraan pertemuan Sabtu lalu adalah tentang pemberian nama jalan di RT kami. Perumahan tempat dimana kami tinggal memang merupakan satu komplek yang jalan utamanya mengitari pinggiran komplek. Ada pula jalan-jalan yang membelah kawasan tempat tinggal kami. Jadi, seperti sebuah persegi empat dimana di tengah-tengahnya terdapat garis-garis yang membentuk persegi empat kecil-kecil. Satu RT biasanya merupakan rumah-rumah tinggal yang saling berhadapan di sebuah jalan yang membelah itu. Untuk rumah-rumah yang berada di pinggir, yang merupakan jalan utama dan dilalui oleh angkot, biasanya satu RT terdiri dari rumah-rumah yang ada di sepanjang ruas jalan itu. Posisi rumah sejajar menghadap ke jalan, dan tidak berhadap-hadapan seperti rumah-rumah yang berada di tengah komplek.

Pada pertemuan beberapa malam lalu itu, kami membicarakan kemungkinan pemberian nama untuk setiap jalan-jalan di tempat tinggal kami. Pemberian nama ini tidak cukup ditentukan oleh satu RT (yang memiliki satu jalan) namun perlu juga dimusyawarahkan dengan RT-RT lainnya. Hal ini agar dalam satu kelompok perumahan ini memiliki konsistensi dalam pemberian nama jalan. Misalnya, kalau memang nama itu mengambil dari jenis burung, maka jalan-jalan yang berdekatan dengannya dan bisa dikelompokkan, hendaknya menggunakan nama-nama burung pula. Dampaknya akan terasa pada orang-orang yang mencari alamat rumah warga di komplek, sehingga ketika bertanya pada salah satu warga jalan yang ingin dicarinya, maka warga yang ditanya akan faham di mana letak jalan-jalan yang menggunakan nama burung, misalnya. Untuk membicarakan hal ini dengan RT-RT lain, maka kami mengusulkan ini menjadi agenda pembahasan pada pertemuan rutin di tingkat RW yang dihadiri oleh masing-masing Ketua RT.

Di bagian tengah arah ke utara komplek, jalan-jalannya sudah menggunakan nama yang konsisten yang mengelompokkan mereka dalam satu kawasan menggunakan nama-nama teluk yang ada di lautan Indonesia. Misalnya saja ada Teluk Tomini dan Teluk Bone. Juga ada yang menggunakan nama-nama ikan. Namun berbeda dengan tempat tinggal di RT kami dan sekitarnya, sampai saat ini masih menggunakan nama berupa blok rumah. Rumah tinggal saya menggunakan nama blok CC.10, dan rumah di hadapannya menggunakan nama blok CC.11. Demikianlah blok CC itu adanya, dari blok CC.1 hingga sampai blok CC.14 dan CC.15 yang saling berhadapan. Sampai sekarang, saya sendiri belum mengetahui CC itu singkatan dari apa.

Jika kelak nama jalan itu diberikan, maka blok yang diberi nama CC itu tidak akan dihilangkan. Selama komplek perumahan ada, hingga sekarang, blok itu telah lebih dulu dikenal, bahkan oleh sopir angkot atau petugas pos dan jasa pengiriman barang yang sering lewat di sana. Jadi, pada penamaan alamat akan tertera Jalan bla bla bla, Blok CC.X, No.X.

Memusyawahkan pemberian nama jalan pada pertemuan RT itu, mengingatkan saya pada penunjuk jalan di kasongan yang unik. Jika umumnya di sudut-sudut persimpangan jalan tertulis nama jalan bla bla bla, maka di Kasongan, desa wisata pengrajin tembikar dan keramik di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, justru yang tertulis adalah nama pemilik rumah. Di papan yang mengarahkan tanda panah ke jalan tertentu tertulis nama-nama pemilik rumah di sana. Mungkin untuk menunjukkan bahwa rumah Pak Satijo ada di sebelah sana, rumah Pak Marjo di sebelah situ dan seterusnya. Juga, mungkin setiap nama-nama itu memiliki pelanggannya sendiri-sendiri yang mencari hasil kerajinan khas buatan orang tertentu. Lagi pula menurut saya, ini bisa diterapkan kalau rumah penduduk tidak banyak. Kalau penduduknya di satu jalan mencapai jumlah 50 rumah atau lebih seperti di kota-kota, akan susah untuk menuliskan nama-nama penduduknya di penunjuk jalan tersebut.

Foto di atas saya ambil ketika sedang berlibur ke Yogyakarta akhir tahun lalu.

0 comments

Post a Comment