Serbet Cinta untuk PRT

Mereka berbaris, terbagi dalam 4 kelompok dengan namanya masing-masing: Ember, pel, setrika dan panci. Mengenakan serbet yang diikatkan di kepala, dengan semangat yang tinggi mereka menjahit serbet-serbet yang berjumlah 900 lembar menjadi sebuah serbet raksasa. Di atas serbet raksasa itu tertulis tuntutan PRT seluruh Indonesia: Wujudkan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

Kegiatan menjahit serbet raksasa ini merupakan salah satu isi acara peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Nasional yang berlangsung pada Ahad lalu, 14 Februari 2010. Tak kurang dari 300 orang hadir pada acara yang berlangsung di Monumen Proklamator Kemerdekaan, Jakarta Pusat. Mereka mewakili kalangan masyarakat, serikat buruh, majikan, pegawai pemerintah, anggota DPR, aktivis, dan semua pihak yang mendukung perlindungan bagi PRT dari segala tindak kekerasan dan eksploitasi.

Mr Peter van ROOIJ dari ILO Jakarta, Syafrudin dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Sri Nurherwati dari Komnas Perempuan dan Sri Rahayu dari Komisi IX DPR-RI tampak turut menghadiri perayaan Hari PRT Nasional tahun ini.

Hari PRT Nasional lahir untuk mengingat Sunarsih, seorang PRT yang yang tewas karena disiksa majikannya di Surabaya antara tanggal 12 - 15 Februari 2001. Peristiwa ini menegaskan betapa pentingnya perlindungan bagi PRT serta adanya pengakuan bagi mereka sebagai pekerja. Tanggal 15 Februari akhirnya disepakati oleh Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) sebagai hari PRT.

Jala PRT adalah jaringan organisasi - organisasi yang gigih memperjuangkan hadirnya kebijakan perlindungan bagi PRT serta membangun kesadaran masyarakat bahwa mereka adalah juga pekerja yang harus mendapatkan hak-hak sebagaimana mestinya. Sekarang jaringan ini memiliki anggota tak kurang dari 36 organisasi se-Indonesia.

Menurut lembar informasi yang dibagikan oleh Jala PRT, tak kurang dari 4 juta orang PRT yang ada di Indonesia. Jumlah ini merupakan bagian dari sekitar 100-an juta orang yang memilih profesi sebagai PRT di seluruh dunia. PRT memiliki hubungan kerja dengan majikannya sehingga mereka layak untuk diakui profesinya:

  1. Ada pekerjaan yang lakukan oleh PRT
  2. Ada pihak yang mempekerjakan, yaitu majikan
  3. Ada pihak yang mengerjakan pekerjaan yang diberikan padanya, yakni PRT itu sendiri
  4. Ada upah yang diberikan sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukan

Kehadiran PRT di dalam rumah majikan telah membuat pekerjaan-pekerjaan domestik seperti memasak, membersihkan rumah, memasak, menyetrika, merawat anak dan anggota keluarga yang lanjut usia terselesaikan, hingga memungkinkan para majikan dapat menjalankan aktivitas di luar rumahnya dengan baik. Karena itulah kehadiran PRT menjadi sebuah kebutuhan banyak keluarga.

PRT juga membutuhkan satu perlindungan dari segala bentuk eksploitasi, pelecehan dan kekerasan, serta kebebasan untuk beraktualisasi seperti bersosialisasi dengan sesama termasuk untuk berserikat dan berkumpul sebagaimana pekerja-pekerja di sektor formal. Sebagai pekerja, PRT berhak atas hak mereka sebagai pekerja seperti upah yang layak, libur mingguan, jaminan sosial dan kesehatan, bantuan hukum, dan segala bentuk perlakuan manusiawi lainnya dari keluarga majikan serta masyarakat sekitar.

Pada perayaan Hari PRT Ahad lalu, beberapa orang perwakilan PRT menyampaikan pernyataannya di hadapan semua yang hadir:
  1. Mendesak Pemerintah, khususnya Dewan Perwakilan Rakyat RI, Presiden, Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi untuk segera mewujudkan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) di tahun 2010 ini (Presiden, Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi harus penuh bertanggung jawab dan bekerjasama dengan DPR - RI yang telah berinisiatif membahas dan mewujudkan UU Perlindungan PRT di tahun 2010)
  2. Wujudkan hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) 15 Februari sebagai Hari PRT & Hari Libur Nasional Pekerja Rumah Tangga.
Pernyataan tersebut merupakan bagian dari tuntutan terhadap komitmen Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk melindungi warga negaranya yang bekerja sebagai PRT dan juga ajakan kepada masyarakat mewujudkan pengakuan, penghargaan dan perlindungan terhadap mereka.

Pada acara itu pula, Komisioner Komnas Perempuan Sri Nurherwati melihat fakta bahwa UU 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) dan UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) pun belum mampu membuka dan menjangkau pencegahan, perlindungan dan penanganan yang komprehensif terhadap persoalan PRT dari kekerasan dan eksploitasi. Selain itu, ia juga melihat sisi pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya ekosobnya sebagaimana telah dijamin dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang telah diratifikasi melalui UU No. 11 Tahun 2005. Dalam hal ini, seperti disampaikan Nur, Komnas Perempuan merekomendasikan :
  1. Percepatan dalam hal pembahasan dan pengesahan RUU Perlindungan PRT yang mengakui dan menjamin hak-hak ekonomi, sosial dan budaya PRT, khususnya dalam hal menjalankan pekerjaan yang layak.
  2. RUU Perlindungan PRT yang disahkan wajib memuat standar perlindungan, bebas dari kekerasan dan eksploitasi, khususnya bagi PRT perempuan dan anak.

Serbet raksasa yang dijahit bersama oleh semua elemen masyarakat itu merupakan "Serbet Cinta" untuk PRT. Selamat Hari PRT!

0 comments

Post a Comment