Kehilangan Gigi

Setelah bolak-balik ke dokter gigi, hingga akhirnya menjalani operasi, aku baru tahu kalau gigi kita berjumlah 32. Dokter gigi menyebutnya dengan angka. Sebelumnya, aku sendiri hanya mengenal nama-nama gigi: gigi seri, gigi taring, dan gigi geraham. Jumlah semua gigi di rahang dibagi dua tepat dari tengah yang terlihat saat kita membuka mulut. Dari depanlah menghitung posisi gigi, mulai dari gigi 1 paling depan hingga gigi 8 yang merupakan geraham ke 3 yang terletak di bagian paling belakang. Tentunya, kalau tumbuh semua dengan sempurna--tak ada yang dicabut--maka gigi kita berjumlah 16 di rahang bawah dan sejumlah yang sama di rahang atas.

Setelah berulang kali sakit gigi, berulang kali pula "kencan" dengan dokter gigi, akhirnya aku menjalani operasi kecil pencabutan gigi sebanyak dua kali. 14 Januari operasi pertama pengambilan gigi 8 dan gigi 7. Gigi 7 rusak karena didesak oleh gigi 8 itu. Semuanya terletak di rahang bawah sebelah kanan. Lalu dilanjutkan dengan operasi kedua untuk mengambil gigi 8 rahang atas dan bawah. Gigi 8 di rahang atas dicabut pula karena ia tak punya pasangan dan dokter berpikir lebih baik dilepas saja. "Dari pada bolak-balik untuk mencabut lagi," katanya.

Setelah operasi kedua, aku hanya sempat beristirahat hingga sehari setelah operasi, dan kembali ke bekerja dalam kondisi pipi yang masih bengkak. Divisi tempatku bekerja sedang mempersiapkan sebuah kegiatan berskala nasional, sungguh tak enak kalau tak ikut terlibat. Acara itu sendiri berlangsung pada 3 - 4 februari, dan selama itu pula ternyata bekas operasi terasa nyeri. Aku sendiri merasakan nyeri selama dua malam mempersiapkan acara di hotel. Serasa mau pingsan. Kupikir karena jahitannya belum dibuka sebab memang sudah tepat sepekan setelah operasi dan jadwalnya kembali ke dokter.

Pagi-pagi di tanggal 4 itu aku datangi Rumah Sakit dan bertemu dokter jaga. Hanya untuk membuka jahitan. Setelah memeriksa, dokter itu mengatakan kalau bekas operasi mengalami dry socket. Artinya socket tempat dudukan gigi yang diambil kering dan menyebabkan rasa nyeri. Penyebabnya, menurut dokter itu karena aku berkumur-kumur sehingga darah beku di bagian luka itu terlepas. Dengan demikian, socket di situ tidak tertutup oleh daging (atau gusi?). Ketika kutanyakan berapa lama seharusnya tidak berkumur, ia katakan bisa 4 hingga 5 hari. Aku sendiri mulai berkumur setelah hari kedua di malam hari. Tak kuat rasanya dengan mulut yang tak dibasahi air.

Untuk mengatasi sakit itu, aku harus kembali ke ruang bedah, di bagian yang sakit itu harus dibuat luka baru untuk menghasilkan darah beku. Aku pikir aku akan menjalani operasi lagi, dan kubayangkan bagian itu akan dirobek-robek lagi untuk menghasilkan darah. Dengan penuh harap, kuminta dokter menunda hingga esok pagi sebab aku harus kembali ke tempat kegiatanku karena acara akan dimulai pada pukul sembilan dan hanya tinggal hari itu saja. Aku tak mau kegiatanku jadi tak berjalan dengan baik karena gigi yang terasa sakit. Dokter mengizinkan dan membekali resep untuk mengurangi rasa nyeri.

Saat beristirahat pasca operasi, mas Kurniawan "Doel" Abdullah yang sedang mengedit buku-buku yang sedang aku tangani untuk diterbitkan berujar lewat pesan pendeknya: "Wah, bisa 3 hari tuh dunia terasa laen. Aku pernah ngerasain soalnya." Nyatanya, apa yang mas Doel katakan benar-benar aku alami. Setelah operasi, malamnya aku terbangun dinihari. Mencoba ke kamar kecil dan melirik ke cermin, ternyata pipiku bengkak sebelah. Teman sekantorku Yuli, malah berkomentar, "gak apa-apa kan mas, sesekali tampil beda."

Sebenarnya, sekitar 8 tahun lalu aku sudah merasakan nyilu di gigi-gigiku. Kutanyakan pada adik kelas SMA, Nunung, yang kebetulan saat itu mahasiswa kedokteran gigi. Saat itu ia sudah menjelaskan bahwa itu petanda gigi terakhir sedang tumbuh dan mendesak gigi-gigi di depannya. Itu harus dicabut.

Rahang mulutku di bagian bawah tidak cukup untuk menampung gigi yang semuanya berjumlah 16. Akibatnya, dua tahun terakhir aku sering mengalami sakit gigi. Bahkan gigi 8 di bagian kiri rahang atas acap melukai dinding mulut karena tak memiliki pasangan di rahang bawah dan rasanya perih sekali. Setelah diperiksakan tahun lalu, dokter mengatakan poisi gigi 8, baik yang di kiri dan kanan, keduanya tak dapat tumbuh tegak seperti gigi-gigi di depannya. Mereka tertidur dan terus mendesak gigi-gigi depannya. Kalau melihat orang dengan gigi yang berantakan, itu karena rahangnya tak cukup menampung semua gigi dan akhirnya berdesakan yang menyebabkan susunan gigi jadi tak rapih. Namun untuk kasusku, operasi menjadi keharusan bukan hanya menghindari gigi jadi berantakan, namun aku akan terus mengalami sakit gigi kalau gigi-gigi itu tidak diambil.

Setelah setahun kutunda, bahkan menghindar bertemu dokter yang sama, ternyata gigi 7 di rahang bawah sebelah kanan menjadi bolong. Mungkin karena terdesak oleh gigi 8. Mau tak mau ia juga harus dicabut. Aku pikir, dengan bertemu dokter yang berbeda, anjuran untuk menjalani operasi itu menjadi tidak ada. Ternyata dokter yang memeriksaku melihat catatan medis dan langsung mengatakan kalau aku seharusnya sudah menjalani operasi. Terbayang olehku, pak Dwi tetanggaku yang lebih dari 2 tahun mengalami nyeri di bekas operasi. Kalau tidak salah ingat, katanya ada syaraf yang terluka saat operasi sehingga menimbulkan nyeri. Badannya jadi agak kurus, pipinya sering bengkak, bolak balik kontrol ke dokter, bahkan ikut menjalani terapi tusuk jarum namun tetap menderita. Itulah yang menyebabkanku merasa ketakutan mendengar kata "operasi" yang diucapkan oleh dokter gigi - dokter gigi yang kukunjungi. Namun, dengan kondisi seperti yang kualami, kupikir sudah tidak bisa ditunda lagi: harus segera menjalani operasi.

Mengingat-ingat proses operasi yang kujalani, aku merasa cukuplah untuk tak terjadi lagi. Bau darah, jarum suntik yang sampai bengkok setelah membius mulutku, tang, jarum jahit, hingga bor atau alat pembelah gigi yang nyaring sekali di telinga sudah cukup membuatku cemas apakah operasi ini akan selesai dengan baik. Dengan wajah ditutup dan hanya menyisakan lubang di bagian mulut tempat dokter bekerja, benar-benar membuatku seperti berada di dunia lain. Aku hanya berdoa sepanjang proses itu.

Alhamdulillah gigi-gigi yang bermasalah di mulutku berhasil dikeluarkan. Setelah operasi terakhir, aku membawa pulang gigi 8 sebelah kiri yang sudah terbelah dua, serta gigi 8 dari rahang atas. Dokter memberitahu, proses penyembuhan pasca operasi memakan waktu hinggu 10 minggu. Hingga saat sekarang pun masih ada rasa kurang enak di gigi-gigiku. Ada nyeri pula yang kadang timbul di gigi-gigi bawah. Aku pikir, mungkin gigi-gigi itu merenggang setelah sekian tahun saling berdesakan di rahang yang memang tak cukup menyediakan tempat untuk mereka membariskan diri.

Catatan: gambar dental tools aku ambil dari sini.

1 comments

  1. Anonymous  

    February 25, 2009 at 3:03 PM

    Jadi takut nyabut gigi ku :((

Post a Comment