Teh Tawar dari Bogor

Peristiwa ini terjadi pada Kamis malam, akhir bulan lalu. Pengajian rutin pekanan bapak-bapak di lingkungan tempat tinggal kami saat itu berlangsung di rumah tinggal saya. Menjadi kesepakatan bersama, kegiatan ini berlangsung selepas shalat Isya di rumah orang yang bersedia menjadi tempat kegiatan. Setiap akhir pengajian setiap orang boleh mengajukan diri untuk menjadi tuan rumah pengajian pada pekan berikutnya. Cara pengajiannya sendiri, berupa membaca Al-Quran (biasanya satu halaman) secara bergantian, sementara yang lain menyimak dan mengoreksi kalau ada cara membaca yang salah. Setiap orang mendapat giliran untuk membaca ayat-ayat yang sama. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan arti, dan diakhiri dengan berdiskusi. Jeda sebelum berdiskusi selalu diselingi dengan makan bersama atau sekedar menikmati hidangan yang disediakan oleh tuan rumah. Inilah salah satu kegiatan saya untuk mengeratkan hubungan dengan tetangga dan lingkungan sekitar.

Sudah sekitar 2 bulan terakhir saya tidak mengajukan diri menjadi tuan rumah. Saya memang jarang mengajukan diri, sebab sehari-hari saya tiba di rumah paling cepat pukul 20.00 WIB, dan bahkan bisa lebih malam. Akibatnya, pengajian di rumah bapak-bapak yang lain pun biasanya saya datang paling akhir, meski masih ada beberapa orang lain yang belum mendapat giliran untuk membaca Al QurĂ¡n. Karena tak enak sudah lama tidak menjadi tuan rumah itu, sekaligus ingin menjamu tetangga, maka pekan itu saya menjadi tuan rumah kegiatan rutin kami ini.

Secara kebetulan, kamis malam itu istri saya diminta untuk mengajar privat. Seharusnya jadwal mengajarnya adalah pada Jumat malam. Namun karena muridnya pada hari Jumat akan keluar kota, maka jadwal belajar dimajukan sehari. Akhirnya istri saya tidak bisa membantu saya menyiapkan makan malam untuk teman-teman pengajian. Istri saya adalah seorang guru bahasa Arab dan Islam pada sebuah sekolah swasta di pinggir timur Jakarta Timur. Ia pandai berbahasa Arab karena latar belakang pendidikannya memang sastera Arab, serta sempat bersekolah di pondok pesantren sejak selepas sekolah dasar.

Malam itu, ibu saya yang kebetulan sedang di rumah dan juga (Teteh) Norma--pengasuh anak kami yang baru beberapa hari menjadi anggota keluarga kami--menyiapkan sajian untuk tamu-tamu kami. Norma berasal dari Pasir Muncang, Kabupaten Bogor. Desa asalnya tidak seberapa jauh dari Ciawi. Usai shalat Isya tamu-tamu kami belum ada yang datang, Norma saya mintai tolong membuatkan teh. Ia siapkan teh itu dalam sebuah teko hingga hampir penuh.

Sejak Maghrib hujan sempat turun meski hanya gerimis. Saya cukup khawatir kalau-kalau hanya sedikit yang bisa hadir. Pada waktu sebelumnya dimana rumah kami menjadi tempat pengajian, hujan turun sangat lebat sedari sore. Akibatnya yang hadir hanya beberapa orang saja. Alhamdulillah, pukul 20.00 WIB sudah mulai berdatangan satu persatu tamu yang kami tunggu. Sekitar 15 menit kemudian pengajian pun dimulai.

Usai membaca Al Quran, minuman dan makanan alakadarnya dihidangkan. Saya tidak begitu suka minuman yang manis. Entah mengapa, sejak kecil saya selalu mengalami sariawan di bibir atau di lidah kalau sudah minum teh manis. Hal ini menurun dari Bapak saya yang juga mengalami hal demikian setelah menikmati minuman yang manis. Itulah sebabnya Bapak selalu minum kopi pahit, dan saya sendiri terbiasa dengan minuman teh tawar atau air putih hangat. Usai pengajian, semua orang pulang ke rumah masing-masing. Saya baru menyadari kalau segelas teh yang tersisa dan lalu saya cicipi, ternyata terasa tawar. Istri saya yang beberapa waktu sebelum pengajian ditutup telah tiba di rumah tersenyum ketika mengetahui teh tidak diberi gula. Saya yang bertanya pada Norma perihal teh tawar itu. Ia sendiri kaget, "Emangnya teh harus dikasih gula". Barulah saya menyadari Norma asli lahir dan besar di Bogor. Di tempat tinggalnya, teh menjadi minuman utama di rumah, namun selalu tanpa gula. Itulah kebiasaan orang Sunda sejak lama.

Saya teringat pada 1997 lalu, ketika saya pertama kali menginjakkan kaki di Bogor. Saya mengalami kekagetan ketika menyeruput teh yang rasanya tawar. Kakak saya yang sejak 1993 kuliah dan menetap di Bogor pernah bercerita kalau orang di sana terbiasa meminum air teh tanpa pemanis. Kejadian malam itu mengingatkan saya ketika masih kecil. Di desa kelahiran saya yang saat itu merupakan penghasil cengkeh, masyarakat terbiasa meminum air putih dari dalam ceret yang air minum itu telah diberi beberapa biji cengkeh. Aroma harum cengkeh, seperti aroma teh yang disiapkan norma malam itu, memberikan kenikmatan lain pada minuman.

Catatan: gambar pinjam dari sini.

5 comments

  1. cyberfly  

    May 23, 2008 at 2:14 PM

    boleh kongsi cara untuk buat selengkapnya....?
    saya juga guna template Blogging Pro dan follow tutorial dari web ini : http://www.eblogtemplates.com/how-to-add-the-blogger-read-more-expandable-posts-link/ tetapi tidak menjadi

  2. cyberfly  

    May 23, 2008 at 5:31 PM

    terima kasih..sekarang sdg usahakan..
    anyway link ke blog saudara telah ditambah ;)

  3. mbokne kyra  

    May 28, 2008 at 10:05 PM

    hai..hai...iya nih ditunggu kunjungannya ke rumah..aku sering masuk sore kok ning, jadi kita bisa ketemuan paginya..atau telpon/sms kalo mo dateng yah siapa tau aku pas libur..hehehehehe...

    tenan yo bu, ditunggu....

  4. Anonymous  

    June 2, 2008 at 9:07 AM

    Wah tulisan menarik ni...
    Oya salam kenal juga.. senang bisa mendpat respon banyak,, tapi mohon maaf juga atas keterlambatan merespon balek setiap komen yang masuk ke blog saya.. belakangan ini saya sibuk di Bengkulu Tv, karena ada banyak perubahan yang dilakukan oleh pemiliknya,, menggantikan seluruh dewan direksi,, dan saya di terima untuk mengurusi produksi disana,, jadi kesibukan itulah menjadikan saya nyaris ngak punya waktu untuk memposting di blog maupun merespon komentar..

    Sekali lagi senang sekali bisa berkenalan dengan kang herman, saya juga pernah lama tinggal di kaur, terutama di Nasal (muara dua, suku tiga, sumber harapan, tebing rambutan) saya juga pernah sebentar di muara sahung,, ketika saya masih menjadi bekerja di Ulayat.

  5. Anonymous  

    June 2, 2008 at 12:53 PM

    Makin asyik aja nih Blog.
    makasih tetap mampir walo kemarin sempat vakuum ngeblog

Post a Comment