Last Name

Ketika mendaftar untuk membuat akun beberapa imel dan layanan online lainnya, saya selalu direpotkan oleh kewajiban menuliskan last name pada formulir pendaftaran. Nama saya hanya satu kata: Saherman. Pembuat formulir berasumsi bahwa nama seseorang selalu terdiri dari dua kata, dimana kata kedua biasanya adalah nama keluarga. Tidak ada nama keluarga setelah nama saya. Akibatnya, saya seringkali harus menuliskan kata lain supaya nama saya terdiri dari dua kata. Kata "lain" itu bisa dari nama panggilan, Herman, yang saya tuliskan sebagai first name. Akibatnya, nama lengkap saya menjadi Herman Saherman.

Kebiasaan untuk memanggil seseorang dengan nama belakang rupanya bukan hanya milik orang Batak yang biasanya adalah nama marga, tetapi juga menjadi kebiasaan bangsa-bangsa yang bahasa ibunya adalah bahasa Inggris. Dengan menggunakan nama panggilan sebagai nama depan dan nama lengkap yang asli satu kata itu menjadi nama belakang, akhirnya nama panggilan saya di layar komputer yang sedang online adalah nama asli.

Kadang ketika mengisi satu formulir online, saya mengisi nama depan dengan nama asli, dan menuliskan nama belakang dengan kata Bengkulu, Jakarta, atau apalah. Akibatnya nama panggilan saya yang muncul di layar adalah nama-nama daerah itu. Saya suka geli membacanya. Bayangkan, setelah memasukkan username dan password untuk login, lalu muncul tulisan "Welcome Bengkulu" atau "Welcome Jakata".

Sebagai pemeluk Islam yang baik, orang tua saya memberikan nama pada anak-anaknya sesuai dengan tuntunan agama ini. "Nama adalah juga doa", demikian tuntunan dalam memberikan nama pada anak. Begitu pun nama saya, Saherman, yang menurut keterangan orang tua saya yang semasa sekolahnya dulu pernah belajar Islam dan bahasa Arab, nama saya mengandung arti "benar-benar manusia". Maksudnya adalah supaya kelak saya menjadi orang yang benar-benar manusia sesuai dengan tujuan penciptaan Sang Khalik: Supaya bertakwa kepada-Nya.

Demikian pula cara memberikan nama untuk anak kami, Zahid. Kata Zahid berarti orang yang Zuhud, dan Zuhud itu adalah "sikap hidup yang tidak rakus atau terlalu cinta pada kehidupan dunia".Orang yang zuhud berarti adalah orang yang menjalani kehidupan dengan seimbang dalam pencapaian kebahagiaan di dunia dan di akhirat (kehidupan abadi setelah kehidupan di dunia ini).

Tidak hanya nama dengan satu kata yang membuat repot pemiliknya. Nama yang lebih dari dua kata pun turut kewalahan ketika mengisi formulir tertentu. Bisa dibayangkan bagaimana mengisi nama-nama yang kadang disertai gelar kebangsawanan sekaligus. Bayangkan seseorang ketika hendak menuliskan namanya secara lengkap, "Raden Mas Arya Panangsang Suryo Prayogo" (maaf kalau contoh ini memiliki kesamaan dengan nama Anda atau kerabat Anda). Contoh lainnya adalah nama anak saya sendiri yang terdiri dari empat kata. Maunya supaya kata-kata pada nama merupakan doa yang semoga dikabulkan oleh-Nya, ternyata malah bikin repot.

Hal lain menyangkut penulisan. Nama saya memiliki kemiripan dengan nama-nama yang kebanyakan dimiliki orang lain. Akibatnya nama saya pun sering kali salah dituliskan oleh orang lain. Di KTP, STNK, amplop surat, data di sebuah lembaga atau organisasi, adalah beberapa tempat penulisan nama saya yang keliru. Nama saya Saherman, namun sering ditulis Suherman. Sependek pengetahuan saya (halah... ini meniru cara bicara Patra Zein, direktur YLBHI, kalau di forum diskusi), di Indonesia nama orang lain yang sama persis dengan nama saya terdapat di database pasien Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Ini saya ketahui ketika berobat untuk kedua kalinya di rumah sakit itu sekitar empat tahun lalu. Ketika mengecek di google, ternyata nama saya keluar begitu banyaknya. Banyaknya nama saya yang muncul dari hasil pencarian google itu bukanlah karena saya orang terkenal di seantero dunia maya, tetapi karena nama itu juga dimiliki oleh orang lain di daratan benua Eropa sana.

Kembali ke topik awal. Kesulitan mengisi formulir yang mewajibkan menulis last name bagi pemilik nama dengan satu kata atau lebih dari dua kata harusnya difasilitasi oleh pemilik atau penyedia formulir. Ada baiknya membuat formulir seperti yang kebanyakan terdapat di tanah air, yang menyediakan dua isian untuk nama, yakni nama lengkap dan nama panggilan. Dengan demikian, orang seperti saya yang memiliki nama yang hanya satu kata tidak akan menglami kerepotan semacam ini.

2 comments

  1. Anonymous  

    February 1, 2008 at 11:27 AM

    Masih untung dua kata. Kalau di Spanyol, sistem kekerabatan yang berlaku adalah seorang anak mewarisi nama keluarga ibu di tengan dan nama keluarga bapak di akhir.

    Kalau ente ke Spanyol entar harus lebih repot lagi jadi Sahe-Herman-Saherman he3x...

  2. Herman  

    February 1, 2008 at 3:36 PM

    ha ha ha... lain padang lain ilalang,lain lubuk lain pula ikannya.

    Thx bro dah berbagi info. Doain deh kayak ente bisa keliling Eropa.

Post a Comment