Masker dan Polusi Jakarta

Kemarin, saya pulang dari tempat kerja dengan menumpang angkot. Memasuki kendaraan itu saya melihat satu penumpang yang menggunakan masker hitam yang panjangnya hingga ke dada. Satu tangan saya menggenggam slayer yang saya lipat tiga dan saya gunakan untuk menutup hidung. Saya tersenyum, karena saya dan laki-laki itu mengalami hal yanga sama: berusaha melindungi diri dari polusi udara. Dia menggunakan masker untuk menutup hidung, sementara saya hanya menggunakan sehelai slayer.

Setahun terakhir saya sering sekali sakit. Nyaris hampir setiap 2 bulan sekali saya harus menemui dokter untuk mengecek sakit apa yang menghinggapi kali ini. Saya sering batuk hebat, terutama di hari kerja. Hari Sabtu dan Minggu batuk saya mereda atau tidak sehebat hari-hari lain. Saya juga sering sakit kepala. Bahka minggu lalu seluruh badan dan kepala saya terasa sakit. Sekitar setengah tahun lalu saya diperiksa dokter, mulai dari paru-paru, dahak, dan darah. Semuanya dicek di laboratorium. Hasilnya, kecurigaan dokter bahwa saya sakit TBC nihil. Melihat saya batuk-batuk hebat, dokter itu menyimpulkan saya alergi AC dan juga udara kotor Jakarta. Dengan bercanda dokter itu berkata, sebaiknya Anda bekerja di sebuah tenda yang tidak ada AC-nya. Ah, saya agak tersinggung sebenarnya. Bekerja di ruang terbuka terkena polusi udara. Bekerja di ruang tertutup tidak kuat AC. Karena saya anak seorang petani, apa lebih baik saya pulang ke desa dan bercocok tanam saja ya?

Kadang saya juga melakukan hal yang sama dengan laki-laki saya temui kemarin. Di angkutan Saya melipat tiga slayer dan mengikatkannya di leher sehingga mulut dan hidung tertutup rapat. Terus terang saya agak gak enak pada penumpang lain, seolah saya menutup hidung karena bau mereka di sekitar saya. Saya hanya bisa berharap, semoga penumpang lain di saya tidak tersinggung. Jujur, bukan bau mereka yang membuat saya menutup hidung, tetapi saya menghindari polusi dari asap kendaraan yang luar biasa menyesakkan dada. Dulu saat saya masih menggunakan sepeda motor ke tempat kerja, saya menggunakan slayer untuk melindungi diri dari polusi. Suatu hari saya lupa melepasnya, teman-teman di kantor nyeletuk, "kamu kok kayak rampok Man?".

Pimpinan saya di kantor juga pernah bercerita kalau polusi udara di Jakarta sudah luar biasa, sehingga ia merasa akan lebih baik tinggal di daerah dengan udara yang lebih bersih dan segar. Seorang teman yang lain juga bercerita kalau memiliki teman yang sering sakit selama tinggal di Jakarta. Setelah mendapat saran dari dokter, temannya itu memutuskan untuk kembali ke kampung halaman nun jauh dari kota ini. Ia pun sehat wal afiat, tidak sakit-sakitan lagi.

Saya tinggal di daerah Bogor, sudah dekat perbatasan Jakarta Timur di sebelah baratnya, dan berbatasan dengan Bekasi di sebelah utaranya. Namun waktu saya lebih banyak dihabiskan di Jakarta. Sekarang saya mulai berpikir untuk tinggal dan bekerja di daerah yang jauh dari Jakarta, yang udaranya masih bersih. Untuk sementara, menggunakan masker adalah salah satu cara untuk saya melindungi diri dari polusi ini. Saya tidak tahu apakah Anda juga mengalami hal yang sama dengan saya.

0 comments

Post a Comment