Banjir Jakarta

Hujan kali ini benar-benar luar biasa. Sudah dua hari tidak juga mau berhenti. Ada jeda, dari lebat menjadi gerimis, lalu menjadi lebat kembali. Hari ini, perjalanan dari rumah menuju kantor membutuhkan waktu hampir 4 jam. Tadi pagi-pagi saya simak siaran radio. Elshinta memberitakan bahwa Jakarta banjir.

Jalanan macet di mana-mana. Ada banyak bis dan kendaraan pribadi yang balik arah dari Tangerang menuju Jakarta. Tidak sedikit yang nekad melewati genangan air di jalan, akhirnya kendaraan mereka macet. Pekerja, anak-anak sekolahan, dan calon penumpang lainnya terpaksa kembali ke rumah karena lama menunggu di pinggir jalan, ternyata banyak bis kota dan angkot yang tidak berani narik pagi ini karena jalanan banjir.

Saya menunggu angkutan di Nagrak sejak pukul 8 pagi untuk melanjutkan perjalanan ke UKI-Jakarta. Setengah jam lebih tidak ada angkutan 56 yang lewat. Sementara di tempat saya berdiri, sudah banyak orang yang menunggu angkutan yang sama. Akhirnya saya putuskan untuk berjalan ke arah timur sekitar seratusan meter, sehingga kalau angkutan itu lewat, dan masih ada tempat yang kosong, maka saya pasti dapat tempat duduk. Benar saja, angkutan 56 lewat dalam keadaan kosong. Saya pun dapat tempat duduk di sebelah sopir. Saya tanya sopir kenapa lama sekali tidak ada 56 yang lewat. "Banjir, armada dari Jakarta sulit untuk kembali ke pangkalan di Cileungsi", katanya. Di perempatan Nagrak angkutan langsung penuh.

Dari pintu tol Taman Mini menuju jalan keluar yang ke arah UKI banyak kendaraan terlihat tidak bergerak. Akhirnya kami dibawa sopir melalui pintu keluar di pisangan, Jatinegara. Saya jadi kebingungan setelah turun dari angkutan. Susah mendapatkan ojek karena tidak ada pangkalan di situ. Tidak ada Bajaj. Saya pikir, kalau naik taksi pasti saya akan keluar ongkos lebih banyak lagi. Dua hari sebelumnya saya kehujanan dan pergi pulang naik taksi. Akan keluar berapa kalau saya setiap hari naik taksi, pikir saya. Untuk orang yang penghasilannya seperti saya tentu akan berpikir yang sama.

Saya naik angkot ke depan stasiun Jatinegara dengan harapan bisa mendapatkan ojek atau bajaj. Lalu melanjutkan perjalanan dengan bajaj. Akhirnya tiba juga saya di kantor pukul 11 kurang sedikit. Alhamdulillah. Saya coba cek daftar hadir teman-teman sesama pekerja. Dari 41 orang, hingga siang ini yang hadir 37 orang. Naik ke ruang kerja di lantai 3, teman-teman mengabari kalau beberapa teman lain tidak hadir karena rumah mereka kebanjiran.

Neny, yang setahu saya tinggal di sekitar Kampung Rambutan, rumahnya kebanjiran. Dia sibuk mengurusi tempat tinggalnya itu sehingga tidak masuk kerja. Handphone saya yang sejak pagi mati, setelah saya isi battery-nya, masuk pesan pendek dari Tety. Ia mengabari kalau ia sedang terjebak kemacetan di tol TB. Simatupang. Jalan tol Taman Mini juga macet katanya, hingga sepeda motor dibolehkan masuk tol. Ia minta informasi apakah ada jalan alternatif untuk mengihindari kemacetan. Pesan itu dikirim pukul 09.29 WIB.

Sekitar pukul 13.30 tadi, Vero mendapat kabar kalau rumah Tety kebanjiran juga. Rupanya Tety kembali ke rumahnya di Pondok Gede setelah merasa tidak bisa melanjutkan perjalanannya akibat macet, juga setelah suaminya membaca berita detik.com bahwa daerah tempat tinggalnya diserbu air yang meluap dari selokan. Tebing-tebing di sekitar perumahan Puri Gading tempat tinggalnya itu longsor.

Saya coba cek informasi lewat internet. Banjir di mana-mana. Jakarta Lumpuh. Masih banyak lagi pemberitaan mengenai Jakarta yang banjir. Hujan telah datang. Banjir mengancam. Saya yang tinggal di Bogor namun bekerja di Jakarta juga merasa terancam. Kalau hujan setiap hari begini saya kesulitan berangkat kerja dan pulang kerja. Ongkos bertambah, masuk kerja terlambat, selalu ada kemungkinan basah kuyup.

Teman Vero yang bekerja di Jalan Sudirman mengirim pesan singkatnya. Kami dipulangkan pukul 2 siang ini, katanya. Saya ikut tertawa mendengar cerita Vero. Saya berpikir, jangan-jangan mereka dipulangkan karena pimpinannya tahu kalau banyak rumah stafnya kabanjiran. Kepada teman-teman yang rumahnya kebanjiran, saya ikut prihatin.

Hal yang tidak kalah penting, hujan beberapa hari ini telah membuat ruang tengah rumah tinggal saya ikut banjir. Air mengucur dari atap sewaktu hujan lebat. Ini rumah kontrakan yang baru 2 minggu saya tempati. Pemiliknya meninggalkan rumah itu sebelum musim hujan datang sehingga tidak tahu kalau atapnya sudah harus diperbaiki. Hari Sabtu dan Minggu besok saya punya agenda: mengecek dan memperbaiki atap rumah agar tidak lagi digenangi air.

2 comments

  1. Isma Kazee  

    February 8, 2007 at 4:31 PM

    aq bukanya msh pake alamat yg lama. eh..taunya dah hijrah ke blogger to. oke deh, pasti kulink.

    gimana, skrg sdh surut kan airnya. btw soal banjir, aq herannya sama fasilitas perahu karetnya yang jmlahnya gak imbang ma penduduk jkt. sudah tahu ada siklus lima tahunan banjir, kok ya ndak sedia karet sblm ujan ya...capeee deee.

    kalo gitu skrg sudah bisa benerin atap rumah dunk! buruan, man. sebelum ujan deres lagi...kikikik.
    salam ya buat naning. ikut nampang dunk di blog...:))

  2. Herman  

    February 14, 2007 at 12:13 PM

    Terima kasih Isma. Untuk yang di Blogger ini aku yang kelola. Yang di Multiply dikelola sama Naning.
    Alhamdulillah hujan yang bikin banjir cuma di awal Februari saja. Jadi, sekarang dah ga banjir lagi. Begitcu kata ahli Meteorologi dan Geofisika.

    Salam untuk Pak Rahmat ya. Kapan-kapan main ke Yk, kami pasti mampir rumahnya Shinfa.

Post a Comment